Kronologi Suami dan Istri Dipenggal Kepalanya, Sang Anak Menanti Polisi Ungkap Kasusnya
Tragedi memilukan pernah menggemparkan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), Agustus 2010 yang lalu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, KETAPANG - Tragedi memilukan pernah menggemparkan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), Agustus 2010 yang lalu.
Melansir dari Tribun Ketapang, suami istri menjadi korban pada peristiwa ini, keduanya tewas dalam keadaan kepala terpenggal dan kepalanya tergeletak begitu saja di jalan raya.
Meski sudah tujuh tahun berlalu, kasus tersebut hingga kini belum terungkap.
Tentu saja, hal ini menjadi kisah kelam masa lalu yang masih melekat dalam ingatan terutama anak dan keluarga besar korban.
Kilas balik dari peristiwa ini terjadi pada tanggal 25 September 2010 silam.
Duka melanda Kampung Pesaguan Kiri, Kecamatan Matan Hilir, Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar).
Saat itu, ratusan orang terpantau melayat ke rumah almarhum Suharso bin Jainal (54) dan Harmaniah binti Jakfar (49).
Pasangan suami istri itu ditemukan tewas pada Rabu (25/8/2010) pagi sekitar pukul 05.30 WIB dengan kepala yang terpisah dari tubuhnya di Kilometer 15 Jalan Pelang, Pesaguan.
Saat ditemukan, kepala Suharso masih dalam keadaan menggunakan helm dan tergeletak di jalan dengan posisi tegak dengan kaca helm terbuka.
Hal serupa terjadi pada kepala sang istri.
Kepala Suharso terpisah dari badan sekitar lima meter, sementara kepala Harmaniah terpisah dari badan sektiar 10 meter lebih.
Sedangkan tubuh Suharso dan Harmaniah berjarak sekitar dua meter.
Motor korban diketahui terperosok ke sebelah kanan jalan (arah Ketapang-Pelang) yang berjarak sekitar lima meter dari korban.
Diketahui, bagian motor Supra X, bernomor polisi KB 3552 GS itu mengalami kerusakan. Diduga motor tersebut ditabrak dari belakang.
Baca: Kronologi Ketua DPRD Tampar Dokter Versi Keluarga Pasien
Lokasi penemuan kepala korban juga tidak jauh dari kediaman mereka yang berjarak sekitar 15 kilometer.
Tak jauh dari posisi tubuh korban, sekitar 30 meter, terdapat rumah penduduk dan warga saat itu mengaku tidak mendengar ada suara keributan.
“Saya sekitar jam empat itu masih sahur. Selepas sahur, langsung tidur lagi. Tak ada dengar orang teriak. Saya kaget begitu tahu ada kejadian, karena ada orang yang menggedor rumah pagi-pagi,” kata seorang warga yang bekerja sebagai nelayan.
“Ini nama daerahnya Simpang Sungai Buaya. Kalau di sini sering terjadi kecelakaan lalu lintas, biasa korbannya mati,” katanya.
Kedua jenazah pun langsung dilarikan ke RSUD Agoes Djam sekitar pukul 06.30 WIB dan langsung dibawa ke ruang autopsi jenazah dan dijaga oleh satpam rumah sakit.
Ratusan warga Pesaguan berbondong-bondong ke RSUD Agoes Djam untuk melihat jenazah keduanya.
“Dia ini orangnya baik, tidak ada musuh, dan tak banyak masalahlah dengan orang. Kepada siapa pun tidak pernah ada masalah,” ungkap seorang pria yang mengaku teman Suharso.
“Dia ini cukup dikenal karena bekas sopir truk. Tapi, ia sudah delapan tahun tidak lagi bekerja. Saya menduga salah orang, mungkin yang diincar bukan dia,” katanya.
Hingga pukul 09.00 WIB, empat anak korban tidak terlihat datang ke RSUD. Dua anaknya masih duduk di bangku SMA.
Sementara dua lagi sudah tamat. Mereka masing- masing Madian (25), Iwan (23), Heny (21), dan Yulia (15).
Sebenarnya masih ada satu lagi, namun telah meninggal dunia akibat kecelakaan.
Uti Syahrudin (63), keluarga dekat korban, terlihat emosi saat datang ke RSUD.
Usia tua membuat ia terlihat gemetaran menahan emosi, tatkala mengetahui keluarganya terbunuh dengan cara yang sadis.
“Dia nih orangnya tak ada musuh. Memang sudah nasib dialah, ‘kali,” kata Uti Syahrudin yang berusaha ditenangkan
oleh keluarga lainnya.
Kapolres Ketapang saat itu, AKBP Badya Wijaya pun berjanji akan mengungkapkan kasus pembunuhan yang tergolong sadis ini.
“Ini benar-benar sadis, sangat sadis. Dan, ini bukan perampokan, karena barang-barang korban masih utuh. Termasuk sepeda motor yang digunakannya,” ujarnya.
Kapolres menduga kuat bahwa kejadian ini berlangsung di tempat lain.
“Begitu dibunuh, lalu dibuang di TKP. Bercak darah di TKP sangat minim,” jelasnya.
Menurut Kapolres, dugaan kuat ada motif balas dendam, dan juga ada kemungkinan korban salah sasaran.
“Ini masih perlu pendalaman lebih lanjut,” kata Badya yang turun langsung ke TKP melihat kedua korban tergeletak.
Berdasarkan hasil pengamatan sementara, tampak pelaku sangat demonstratif seperti ingin menunjukkan unsur kesadisan dalam mengeksekusi korbannya.
“Ini tidak satu orang, kemungkinan besar lebih dari satu orang. Dugaan kita, bisa empat orang atau lebih,” katanya.
“Kita minta bantuannya dari masyarakat, supaya pelaku bisa cepat di tangkap,” kata Badya.
Tak hanya itu, Kapolres juga menduga korban ditebas dari arah depan dengan posisi pertama yang dibacok adalah suaminya dan mengenai mulut sang istri.
Namun, istrinya tidak meninggal.
Selanjutnya, pelaku memotong kepala sang istri dan menyeretnya hingga beberapa meter.
“Diduga istrinya melakukan perlawanan sehingga kerudung yang digunakan terlepas dari kepalanya sebelum ditebas,” ujar Badya.
Pada malam hari sebelum kejadian, Suharso dan Harmaniah dikatakan sempat meminjam motor Honda Supra X bernomor polisi KB 3552 GS tersebut dari Marsum tetangganya pada Selasa (24/8/2010).
Saat itu Suharso sedang bekerja menyelesaikan rumah Marsum (28) dan ingin menjenguk keluarganya yang sakit di RSUD Agoes Djam.
Setiba di rumah sakit, Suharso dan Harmaniah menginap di ruang perawatan Suryati, adik ipar Suharso, di kelas III.
Jelang pukul 04.00, Suharso dan Harmaniah meninggalkan RSUD.
Pada perjalanan pulang, mereka sempat singgah di rumah Radjiman (54) kakak ipar Suharso.
Di sanalah mereka mengambil minyak tanah sebanyak 20 liter untuk dibawa pulang.
Radjiman yang ditemui di RSUD Agoes Djam Ketapang, Rabu siang, menceritakan, pasangan suami istri memang sempat singgah di rumahnya sekitar pukul 04.00 WIB.
“Mereka mampir ke rumah saya untuk mengambil satu jeriken minyak tanah isi 20 liter,” ujarnya.
“Memang sudah biasa, setiap ada keperluan pasti datangnya ke saya,” tambahnya.
Apakah pasutri ini sempat bercerita ada teror atau ancaman ataupun permasalahan di tempatnya tinggalnya? Radjiman mengaku tidak tahu.
Namun, ia memastikan, pasutri ini orangnya sangat baik dan tidak ada masalah dengan siapapun.
YA (22) sang anak pun berharap kasus mutilasi kedua orangtuanya tersebut segera diungkap.
Melansir kembali dari Tribun Ketapang, ia mengungkapkan peristiwa mengenaskan yang dialami oleh kedua orangtuanya.
Sudah tujuh tahun hingga kini, aparat belum berhasil menangkap pelaku.
“Setelah kejadian sejak 25 Agustus 2010 hingga sekarang tidak ada titik terang terkait kasus pembunuhan kedua orangtua saya,” kata YA kepada wartawan di Ketapang, Minggu (24/9/2017).
Menurut YA, pihak keluarga maupun dirinya belum pernah dihubungi pihak kepolisian terkait perkembangan kasus tersebut.
Bahkan, ia sampai berinisiatif mengirim pesan melalui Facebook ke Presiden, Joko Widodo untuk meminta bantuan agar kasus ini terungkap.
“Saya mengirim pesan melalui Facebook kepada Pak Presiden itu sengaja. Tujuannya agar Pak Presiden bisa tahu kejadian yang menimpa kedua orangtua saya. Harapan saya agar beliau peduli terhadap orang kecil seperti kami,” ungkapnya.
Unggahan di Facebook-nya tersebut kemudian ditanggapi oleh kepolisian melalui Facebook Humas Polres Ketapang.
Melalui akun Facebook-nya tersebut Polres Ketapang pun mengaku ada hambatan untuk mengungkap kasus mutilasi kepala orangtuanya.
“Katanya dalam Facebook Humas Polres Ketapang itu ada hambatan di lapangan yakni buktinya masih sedikit. Polres Ketapang mengaku masih mencari bukti baru yang dapat mengarah kepada pelaku pembunuh orangtua saya,” ucapnya.
YA mengaku selama ini memang dirinya belum pernah berkomunikasi langsung sama aparat Kepolisian.
Terlebih saat awal kejadian karena dirinya masih berusia 15 tahun dan belum mengenal media sosial atau media massa.
“Makanya baru sekarang memberanikan diri menyampaikan harapan terkait peristiwa ini. Tapi saya hanya bisa menyampaikan melalui media sosial saja,” tuturnya.
Ia juga mengaku bahwa sebenarnya ingin mendatangi Polda, Polri, bahkan Presiden.
Namun, karena terkendala biaya, ia mengurungkan niatnya tersebut.
Tak hanya itu, ia juga masih trauma terhadap kejadian yang menimpa orangtuanya tersebut.
“Apalagi saya tidak tahu di mana pelaku pembunuhan itu. Jadi bisa saja mereka mengintai dan menghabisi kami juga. Sebab itu saya takut berpergian jauh,” jelasnya.
Ditambahkannya pembunuhan kedua orangtuanya memang sangat misterius. Lantaran banyak kejanggalan seperti saat kejadian tidak ada satupun barang kedua orangtuanya hilang.
Sehingga kasus mutilasi kedua orangtuanya ini belum diketahui motifnya apa.
“Setahu saya keduanya tidak ada masalah sama orang lain. Bahkan kedua orangtua saya dikenal dan merupakan guru ngaji. Makanya kami ingin sekali mengetahui siapa pelaku dan apa motifnya sampai tega membunuh kedua orangtua saya,” tambahnya.
Saat dikonfirmasi Waka Polres Ketapang, Kompol Reza Simanjuntak mengarahkan agar menghubungi Kasat Reskrimnya, AKP Rully Robinson Polli.
Namun ketika dihubungi hingga berkali-kali Rully tak menjawab panggilan awak media.
Serta tak membalas pesan melalui handpone yang dikirim wartawan. (TribunWow.com/Natalia Bulan Retno Palupi)