Perwakilan Aksi 299: DPR Tidak Boleh Lagi Berperan sebagai Tukang Stempel Keinginan Pemerintah
Ketua Presidium Aksi 212 Slamet Ma'arif selaku perwakilan aksi 299, menyampaikan resolusi kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Presidium Aksi 212 Slamet Ma'arif selaku perwakilan aksi 299, menyampaikan resolusi kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ia bersama sejumlah delegasi 299 diterima oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Fadli Zon serta beberapa legislator.
Menurut Ma'arif, resolusi yang pertama adalah mengenai Perppu Nomor 2 Tahun 2017 yang dianggap secara nyata bertentangan dengan Pasal 22 ayat 1,2 dan 3 UUD 1945.
Ia menilai bila ujaran kebencian dilarang karena menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, maka Perppu kebencian sebaiknya segera dibatalkan.
"DPR RI tidak boleh lagi berperan sebagai tukang stempel keinginan pemerintah. Bangsa Indonesia punya pengalaman pahit di masa lalu ketika DPR menjadi tukang stempel pemerintah, maka kekuasaan pemerintah menjadi semakin otoriter," tegas Ma'arif di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/9/2017).
Resolusi yang kedua, kata Ma'arif adalah pemerintah harus bersikap tegas membendung gejala-gejaala kebangkitan PKI. Menurutnya, TAP MPRS No XXV Tahun 1966 sampai sekarang tetap berlaku.
"Tap MPRS itu menetapkan pembubaran PKI di seluruh wilayah negara Republik Indonesia serta melarang setiap kegiatan untuk menyebarkan serta mengembangkan faham atau ajaran komunis/marxisme -leninisme," tuturnya.
Menurut Ma'arif, PKI yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan jahatnya, ternyata belum mati.
Di masa lalu lewat Biro Khusus yang dibentuk oleh Polit Biro dan Komite Sentral PKI, ditugasi untuk melakukan infiltrasi atau perembesan ke seluruh lembaga negara, bahkan ke dalam tubuh TNI dan Polri.
"Kami yakin kader-kader PKI malam tidak pernah tidur untuk melanjutkan tugas Biro Khusus PKI itu sampai sekarang," tandasnya.(*)