Putusan Praperadilan Tidak Berpengaruh, Setya Novanto Harus Mundur
Dalam rekomendasi tim, Andi mengungkapkan memiliki dua rekomendasi yakni rekomendasi kinerja dan rekomendasi politik.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEW.COM, JAKARTA - DPP Partai Golkar memastikan tidak ada imbas dari putusan pengadilan terhadap gugatan praperadilan yang dimenangkan Setya Novanto.
Walau menang, Setya Novanto diminta untuk tetap menerima hasil rekomendasi tim dan diberhetikan untuk sementara dari jabatannya sebagai ketua umum.
"Enggak berpengaruh. Karena kan kita bukan lembaga hukum (tapi) lembaga politik. Pandangan publik sudah bisa kita lihat (aspirasinya). Jadi semata-mata itu," kata Ketua DPP Partai Golkar Andi Sinulingga di Menteng, Jakarta, Sabtu (30/9/2017).
Dalam rekomendasi tim, Andi mengungkapkan memiliki dua rekomendasi yakni rekomendasi kinerja dan rekomendasi politik.
Rekomendasi kinerja tersebut adalah bagaimana agar partai berlambang pohon beringin itu bisa re-bound dan mendapatkan kembali elektabilitasnya untuk menyonsong Pemilu 2019.
"Kebetulan yang menonjol di sini kan yan menjadi isu ini kan rekomendasi politik karena kita minta Pak Novanto untuk mengundurkan diri dan bentuk Plt (pelaksana tugas)," kata Andi.
Menurut Andi, pihaknya memiliki alasan tersendiri memberikan rekomendasi Novanto mundur.
Rekomendasi itu dinilai wajar agar Novanto bisa fokus untuk mengurus kasus hukumnya di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Alasan kedua adalah agar Novanto bisa total untuk mengurus kesehatannya.
Seperti diketahui Novanto menjalani operasi pemasangan ring di RS Premiere Jatinegara, Jakarta Timur.
Belakangan, foto Novanto yang sedang terbaring di sebuah ruangan lengkap dengan peralatan medis menjadi viral.
Baca: 5 Fakta Isu Kebangkitan PKI Menurut Survei SMRC, Mencengangkan
"Kita sarankan dia menyelesaikan proses hukm yang berjalan pada dirinya, (mengurus) kesehatannya dan kemudian Golkar bisa berjalan. Jadi baik untuk semuanya, buat dua pihak," kata dia.
Sekadar informasi, Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi e-KTP tahun anggaran 2011-2012.
Novanto kemudian melawan dan mengajukan gugatan praperadilan. Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar mengabulkan sebagaian dan menyatakan penetapan Novanto sebagai tersangka tidak sah alias cacat hukum.
Hakim kemudian memerintahkan KPK agar menghentikan penyidikan terhadap Novanto.