Senjata Milik Brimob Harusnya Masuk Lewat Lanud Halim Perdanakusuma
Lebih lanjut Connie mengaku khawatir jika barang berhaya tersebut tertahan di kargo Bandara Soekarno-Hatta.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –Pengamat intelijen dan militer, Connie Rahakundini Bakrie mempertanyakan senjata SAGL kaliber 40mm sebanyak 280 pucuk dan amunisi granatnya sebanyak 5.932 butir yang dimasukkan ke kargo Bandara Soekarno-Hatta.
Padahal seharusnya, kata Connie, melewati Lanud Halim Perdanakusuma.
"Mengapa barang tersebut mengarah ke Cengkareng (Soekarno-Hatta), karena setahu saya tidak pernah boleh diizinkan sebuah cargo membawa barang seperti itu masuk wilayah bandara sipil tapi harus ke Air Force Base dalam hal ini (Lanud) Halim," kata Connie saat dihubungi, Minggu (1/10/2017).
Baca: Presiden Jokowi Tak Mau Komentari Urusan Senjata Polri
Dirinya menjelaskan ketika ada pesawat memasuki wilayah udara nasional sebuah negara, maka harus ada clearance atau persetujuan dari negara tujuan dan itu tidak bisa dilakukan secara mendadak.
Apalagi kargo tersebut contain bahan berbahaya seperti senjata dan lainnya yang beresiko meledak.
"Maka jelas, masuknya barang ini legal dan telah melalui proses air clearance. Jadi sudah diketahui otoritas pemberi air clearance kita yaitu Kemlu (Kementerian Luar Negeri), Kemhub (Kementerian Perhubungan) dan Mabes TNI," katanya.
Apalagi ketika senjata itu tiba di Bandara Soekarno-Hatta disaksikan oleh beberapa satuan baik dari TNI maupun Polri.
Ia mengatakan air clearance dikeluarkan oleh tiga departemen lembaga yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan dan Mabes TNI.
Baca: Jokowi Mengaku Sudah Tiga Kali Menonton Film G30S/PKI
Untuk itu menurutnya tidak bisa disebut bahwa senjata itu ilegal.
Sebelumnya, Komandan Korps Brimob Irjen Murad Ismail menjelaskan senjata milik Polri yang tertahan di Bandara Soekarno Hatta karena menunggu clearance atau persetujuan dari Badan Intelijen Strategis (BAIS).
Badan Intelijen Strategis (BAIS) adalah organisasi yang khusus menanganiintelijen kemiliteran dan berada di bawah komando Markas Besar Tentara Nasional Indonesia.
"Loh ini berarti Mabes TNI ngapain beri izin masuk, kalau perlu tidak usah diizinkan masuk dari awal. Tapi kalau memang tidak boleh, ya tidak begini caranya," katanya.