Perlu Ada Ketegasan Aturan untuk Transportasi Online
Mereka disambut gegap gempita oleh publik karena merasa tertolong oleh jasa-jasanya
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keberadaan transportasi daring belakangan ini marak dan menjadi favorit masyarakat banyak.
Mereka disambut gegap gempita oleh publik karena merasa tertolong oleh jasa-jasanya.
Namun di sisi berbeda regulator merasa gamang untuk menelurkan sebuah regulasi.
“Di sisi lain regulator menyadari bahwa praktik angkutan online tersebut bertentangan dengan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ) maupun PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Kegamangan regulator bertambah ketika regulasi yang dibuatnya sebagai payung hukum untuk angkutan online dimentahkan oleh Mahkamah Agung (MA),” kata Ketua Inisiatif Strategis untuk Transportasi (INSTRAN), Darmaningtyas saat diskusi di WarungDaun, Cikini, Senin(2/10/2017).
Sedangkan soal munculnya konflik horizontal yang terjadi dengan sesama pelaku transportasi lanjutnya memiliki dimensi yang kompleks.
Pertama, angkutan online roda empat (taksi online) berhadapan dengan taksi plat kuning atau taksi regular. Kedua, angkutan online roda dua (ojek online) berhadapan dengan ojeg pangkalan (Opang).
Ketiga, lanjutnya ojek online berhadapan dengan angkutan perkotaan (Angkot). Keempat, antar pelaku angkutan online itu, baik sesame operator aplikasi maupun berbeda operator berkompetisi antar mereka, baik dalam bentuk perang tarif, bonus, maupun layanan.
“Ujungnya, pengemudi menjadi korban (cicilan mobil tidak terbayar karena terlalu kompetitif, akhirnya mobil ditarik oleh leasing,” tegasnya.
Darmaningtyas melanjutkan, konflik horizontal antara angkutan online dengan angkutan plat kuning awalnya terjadi karena plat kuning yang merupakan angkutan legal itu justru makin terjepit dengan kehadiran angkutan online yang illegal, sementara angkutan plat kuning tetap dibebani dengan berbagai macam pajak yang harus mereka bayar dan regulasi yang harus mereka patuhi, tapi posisinya semakin terjepit.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang dimaksudkan untuk memberikan pengaturan bagi keberadaan angkutan online tersebut.
Peraturan Menteri tersebut kata dia, harusnya secara efektif berlaku mulai 1 Oktober 2016.
Namun sebelum Perdana Menteri Nomor 32/2016 tersebut dilaksanakan, terjadi perubahan kepemimpinan di Kemenhub dan berimplikasi pada revisi PM Nomor 32/2016 menjadi PM Nomor 26 Tahun 2017 tentang Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, yang mulai resmi berlaku per 1 April 2017.
“Implementasi Peraturan Menteri Nomor 26/2017 ini juga tidak serta merta berlaku penuh per 1 April 2017, tapi mengalami dua masa transisi atau tahapan. Transisi pertama per 1 Juni 2017, mencakup Akses Digital Dashboard karena diperlukan sinkronisasi IT Kemenkominfo dengan Kemenhub, Stiker RFID yang terkoneksi dengan data base angkutan, dan Stiker RFID yang terkoneksi dengan data base angkutan,” paparnya.
Transisi kedua adalah per 1 Juli yang mencakup kuota dengan memperhatikan hasil riset, tarif usulan dari masing-masing daerah yang akan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atas hasil kajian dan analisa, dan pajak karena perlu proses penyesuaian dengan Kemenkeu secara teknis.