Tolak Komentari Putusan Praperadilan Novanto, Wakil Ketua DPR Tak Ingin Intervensi
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Taufik Kurniawan, tidak ingin berkomentar atas putusan hakim tunggal Cepi Iskandar
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Taufik Kurniawan, tidak ingin berkomentar atas putusan hakim tunggal Cepi Iskandar, yang mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Setya Novanto.
Menurutnya, keputusan tersebut adalah ranah yudikatif. Untuk itu dirinya tidak ingin campur tangan.
"Dalam kaitan proses praperadilan yang sudah dikabulkan. Tentunya, DPR dalam hal ini tidak ikut-ikutan itu merupakan ranah yudikatif," kata Taufik kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2017).
Baca: Sebelum Meninggal Tertembak Polisi, Agus Sempat Mengatakan Akan Ada Sesuatu yang Ramai
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menilai, terlalu banyak berkomentar akan membuat adanya kesan intervensi dari DPR terhadap aparat penegak hukum. Dalam hal ini terhadap hakim praperadilan.
"Kalau kita banyak berkomentar tentu ini terkesan intervensi kepada pihak yudikatif. Padahal ini kan DPR ranahnya legislatif, yang lebih paham lagi ini KPK dan Hakim," katanya.
Namun DPR, kata Taufik, selalu menghormati segala keputusan hukum dan juga hak hukum dari kedua belah pihak. Baik terhadap kubu KPK ataupun kubu Novanto.
"Tentu kita menghormati kedua-duanya, menghormati proses praperadilan yang diajukan oleh warga negara dan juga menghormati proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK," katanya.
Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.
Ia lalu mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 4 September 2017.
Gugatan terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel.
Novanto keberatan atas status tersangka dari KPK. Ketua Umum Partai Golkar ini diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.
Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.
Selain itu, Novanto diduga mengkondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP. Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.
Pihak Novanto sebelumnya meminta KPK mengentikan sementara penyidikan hingga ada putusan praperadilan.
Novanto dua kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka lantaran dirawat di rumah sakit.