DPR Keluhkan Selama Ini Tak Bisa Dapatkan Informasi Rinci Pembelian Senjata
Satuan tiga adalah dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR, Supiadin Aries Saputra menyayangkan DPR masih tak bisa masuk ke pembahasan satuan tiga terkait polemik senjata yang ramai diperbincangkan.
Satuan tiga adalah dokumen anggaran yang memuat deskripsi program dan rincian alokasi pagu anggaran per program.
Baca: Lihat Presiden Jalan Kaki karena Terjebak Macet, Kapolri Pun Turun dari Mobil Ikut Mendampingi
"Semua komisi tidak bisa masuk pada satuan tiga. Mau beli senjata, kami enggak bisa nanya berapa pucuk, jenisnya apa, kalibernya berapa, harga berapa. Itu merupakan satu titik lemah. Sehingga kami tidak tahu tiba-tiba datang (senjatanya)," ujar Supiadin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/10/2017).
Padahal, kata dia, dulu DPR pernah diberi kewenangan membahas hingga satuan tiga. Namun karena sempat ada kasus mark up yang dilakukan salah satu anggota DPR beberapa waktu silam, maka kewenangan tersebut dihapuskan.
Menurut dia, seharusnya DPR kembali bisa dilibatkan hingga pembahasan satuan tiga. Sehingga anggaran benar-benar terkontrol hingga keperluan yang terkecil.
"Kami enggak sampai yang kecil-kecil kayak 1 sen, enggak lah. Tapi beli senjata jenisnya apa, untuk apa beli, terus siapa yang mau dilawan," ucap politisi Partai Nasdem itu.
Adapun terkait isu polemik senjata, Supiadin menilai perlu ada kerja sama antara Komisi I yang membidangi pertahanan dan Komisi III yang membidangi hukum, khususnya pada penganggaran menyangkut senjata.
Sehingga, Komisi I juga bisa mengetahui senjata yang diadakan Polri.
Namun, untuk koordinasi gabungan lebih mendalam, Supiadin mengatakan pihaknya menunggu hasil keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto yang mengumpulkan institusi-institusi di bawahnya terkait polemik senjata ini.
"Baru nanti kami akan pikirkan bagaimana membangun solusi ke depan agar semua ini tidak terjadi lagi," ujarnya.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebelumnya menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata.
Pernyataan soal 5.000 pucuk itu disampaikan secara tertutup dalam pertemuan Panglima TNI dengan para purnawirawan padapekan lalu. Namun, rekaman pembicaraan tersebut bocor ke media sosial.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto sudah meluruskan informasi yang disampaikan Panglima TNI.
Menurut dia, memang ada pembelian senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN) kepada PT Pindad sebanyak 500 pucuk, bukan 5.000 pucuk.
Wiranto mengakui mengakui ada kesalahan komunikasi antara Panglima dengan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
Belakangan, Wiranto mengakui, ada persoalan dalam impor senjata api untuk Korps Brimob Polri. Namun, Wiranto menegaskan, dirinya tengah berupaya menyelesaikan persoalan tersebut.
"Ada masalah yang perlu kita selesaikan dengan cara musyawarah, mufakat dan koordinasi. Tugas saya sebagai Menkopolhukam atas perintah Presiden adalah mengkoordinasikan semua lembaga di bawah saya untuk sama-sama kita selesaikan," ujar Wiranto di Kompleks Museum Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Minggu.
Berita ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul: Soal Polemik Senjata, DPR Keluhkan Tak Bisa Bahas Sampai Satuan Tiga