Mantan Tim Sukses Ahok-Djarot Minta Anies Lebih Sensitif Dalam Berbicara
"Saya berharap Pak Anies lebih bijak ke depan. Sehingga tidak lagi ada kontroversi yang bisa menyulut perpecahan di dalam negeri."
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Charles Honoris, mantan bendahara tim sukses Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dalam Pilgub DKI Jakarta tahun 2017, meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan lebih hati-hati dalam berbicara.
Hal ini menjawab pernyataan Anies dalam pidato perdana yang menyinggung soal pribumi.
"Menurut saya memang sebaiknya sebagai gubernur, apalagi setelah melewati sebuah pilkada yang menimbulkan perpecahan, ada baiknya Pak Anies lebih sensitif dalam memilih kata-kata," kata Charles kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Politikus PDI Perjuangan ini juga menyayangkan ucapan tersebut berujung kontroversi.
"Saya berharap Pak Anies lebih bijak ke depan. Sehingga tidak lagi ada kontroversi yang bisa menyulut perpecahan di dalam negeri," katanya.
Diberitakan sebelumnya, kata "pribumi" dalam pidato Anies menuai pro dan kontra dikalangan publik dan media sosial.
Keesokan harinya, Selasa (17/10/2017), Anies menjelaskan, kata "pribumi" yang dia sampaikan dalam pidato politiknya terkait dengan masa penjajahan Belanda di Indonesia, termasuk Jakarta. Dia tidak merujuk penggunaan kata tersebut di era sekarang.
"Oh, istilah itu (pribumi) digunakan untuk konteks pada era penjajahan karena saya menulisnya juga pada era penjajahan dulu," kata Anies.
Anies mengatakan, Jakarta adalah kota yang paling merasakan penjajahan Belanda di Indonesia. Menurut dia, warga Jakarta-lah yang melihat penjajahan itu di depan mata.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengingatkan, ada Undang-undang dan Instruksi Presiden yang melarang penggunaan kata "pribumi" dan "keturunan".
Sumarsono mengatakan, aturan itu untuk semua warga dan pejabat negara.
"Semua pejabat negara dan kita warga bangsa, hindari pakai istilah pribumi, itu UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis," ujar Sumarsono.
Selain UU tersebut, hal ini juga diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.