Radikalisasi Pancasila untuk Mengembalikannya Sebagai Ideologi Negara
Banyak peraturan perundangan yang ternyata dapat menyebabkan munculnya ATHG dalam negeri.
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Prof Jimly Asshiddiqie menyatakan, perundang-undangan yang dikembangkan tidak hanya berdasar pada hukum semata tetapi juga etika.
Ini perlu dilaklukan agar permasalahan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dalam negeri dapat diselesaikan dengan lebih baik.
"Di Indonesia negara dengan agama tercipta dalam hubungan layaknya saudara maka kita lihat sistem konstitusi kita sarat reiligi dan etika,” kata Jimly pada Diskusi Panel Serial (DPS) dengan tema Ancaman Tantangan Hambatan Gangguan dari Dalam Negeri yang digelar Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) dan Forum Komunikasi Putra Putri dan Purnawirawan TNI/Polri (KPPI), belum lama ini.
Yudi Latief, Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila mengatakan, pemerintah perlu membuat Pancasila menjadi lebih operasional dalam kehidupan dan ketatanegaraan.
Baca: Temui Pimpinan MPR, Yudi Latief Ingin Perbaiki Sistem Pembelajaran Pancasila di Sekolah
"Pancasila juga dibuat sanggup memenuhi kebutuhan praktis atau pragmatis dan bersifat fungsional," katanya.
Menurut Yudi perlu radikalisasi Pancasila yakni mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara.
M. Kaelan, Guru Besar Filsafat UGM menyatakan jika banyak peraturan perundangan yang ternyata dapat menyebabkan munculnya ATHG dalam negeri.
"Contohnya dihilangkannya kedaulatan rakyat dalam MPR, atau adanya lembaga tinggi negara seperti DPD yang merupakan lembaga yang tidak memiliki original power," katanya.