Perlu UU Untuk Kembangkan Energi Baru Terbarukan
Menurut Suryadharma tanpa ada payung hukum akan sulit mengembangkan EBT yang saat ini tarifnya masih mahal.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews Adiatmaputra Fajar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), porsi Energi Baru Terbarukan di 2025 harus naik jadi 23 persen.
Sedangkan energi fosil sebesar 77 persen (minyak bumi 25 persen, batubara 30 persen, gas bumi 22 persen).
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Suryadharma mengungkapkan untuk bisa menggenjot EBT, butuh regulasi khusus.
Menurut Suryadharma tanpa ada payung hukum akan sulit mengembangkan EBT yang saat ini tarifnya masih mahal.
Baca: Merek Kosmetik Ternama Perancis Gandeng Empat Desainer Ternama Indonesia
"Masa depan kita akan tergantung pada energi terbarukan, oleh karena itu Undang-Undang Energi Terbarukan harus kita dorong sebagai payung hukum," ujar Suryadharma di Jakarta, Selasa (25/10/2017).
Suryadharma memaparkan regulasi yang ada harus bisa memfasilitasi EBT sampai jangka panjang.
Karena pengembangannya menurut Suryadharma membutuhkan waktu yang panjang dan biaya yang mahal saat ini.
"Konsistensi dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah harus ada, dan itu untuk jangka panjang bukan untuk jangka pendek seperti sekarang ini," jelas Suryadharma
Untuk diketahui berdasarkan data 2016, porsi EBT baru mencapai 7,7 persen.
Sementara energi berbasis fosil masih menguasai dengan porsi minyak bumi sebesar 33,8 persen, batubara sekitar 34,6 persen, dan gas bumi mencapai 23,9 persen.