Komunitas Perempuan Cadar: Ada yang Meneriaki Ninja, Setan, Mumi
Perempuan berniqab atau bercadar masih dipandang miring atau disangka teroris. Tapi Indadari Mindrayanti mencoba mementahkan hal itu.
Editor: Content Writer
Seperti yang disangka Witnny Alya Manjani dan Durotul Istiqomah.
“Kalau misalnya di agama Islam sendirikan memang harus menutup, cuma kalau untuk mengatakan stigma radikal iya, itu sangat melekat gitu. Soalnya rata-rata yang aku temuin orang dengan cadar itu mereka menganut agamanya terlalu, terlalu apa ya terlalu ekstrim, kayak bergaul pun juga enggak santai kalau menurut aku. Agak memberi jarak sama orang-orang yang memang tidak sejalan sama mereka.”
“Kalau yang saya rasa sih kayaknya sebatas fashion aja sih kayak sekarang semakin banyak cewek-cewek yang pakai cadar tapi itu tuh enggak sesuai sama kelakuan mereka. Okelah ahlak sama pakaian dua hal yang berbeda tapi mereka juga tahu, apa yang mereka pakai menunjukan diri mereka kayak gitu,” ujar Durotul Istiqomah.
Tapi seperti apa sebetulnya penggunaan niqab atau cadar? Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UIN) Jakarta, Siti Musdah Mulia, menyebut cadar atau niqab tak berkaitan dengan tingkat kesalehan seseorang.
Justru, kata dia, cadar merupakan penginggalan revolusi Iran 1979. Sementara di Indonesia, penggunaan cadar atau nqab merupakan tren mode semata.
“Saya menganggap itu fashion, kalau kita menganggap itu radikal itu berbeda dengan fakta yang kita temukan di masyarakat khususnya di Indonesia. Karena yang saya alami sendiri ketika di Afghanistan, para perempuan bercadar itu enggak bebas, dan kehidupannya terbelakang. Tapi kalau perempuan bercadar kita itu aslinya itu modis banget, dan itu menjelaskan bahwa dirinya modern,” ujar Musdah.
Kembali ke Indadari. Meski persepsi perempuan bercadar masih negatif, tapi dia dan komunitasnya tak akan takut. Malah membuatnya berani menunjukkan bahwa mereka jauh dari tindakan teroris.