Setya Novanto Tunjuk Aziz Syamsuddin Jadi Ketua DPR, IPR: Golkar Bukan Toko Kelontong
“Golkar itu partai politik yang matang dan dewasa, bukan toko kelontong,” ujar Ujang, di Jakarta, Minggu (10/12/2017).
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengatakan, penunjukkan figur yang pantas memimpin DPR RI harus diputuskan melalui pleno internal partai.
Tidak boleh ada penunjukan sepihak, apalagi dari Pemimpin Partai yang sedang memiliki masalah hukum.
Baca: Wasekjen Golkar: Keputusan Setya Novanto Tunjuk Aziz Syamsuddin Jadi Ketua DPR Langgar AD/ART
Hal itu diungkapkan Ujang menanggapi penunjukan langsung Aziz Syamsuddin oleh Setya Novanto untuk menggantikan dirinya sebagai Ketua DPR RI.
“Golkar itu partai politik yang matang dan dewasa, bukan toko kelontong,” ujar Ujang, di Jakarta, Minggu (10/12/2017).
Baca: Ade Komaruddin Nilai Airlangga Tepat Pimpin Golkar Karena Dekat dengan Jokowi
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta ini melihat penunjukan sepihak itu hanya akan menambah gejolak internal dan menjadikan partai berlambang beringin itu semakin terpuruk.
Padahal partai tersebut baru saja mendapatkan musibah yang bertubi-tubi.
Baca: Kader Golkar Tidak Setuju Jika Aziz Syamsuddin Ditunjuk Setya Novanto Jadi Ketua DPR
“Masa Golkar selalu jadi tumbal dari hasrat dan nafsu oknum yang gila kekuasaan. Harusnya seluruh stakeholder bersatu untuk menyelamatkan Golkar yang saat ini elektabilitasnya semakin hancur akibat kasus hukum Novanto,” katanya.
Ujang menduga, meski sudah berada di balik jeruji besi KPK, Novanto tetap tidak rela kehilangan kekuasaannya di DPR dan Partai Golkar.
Baca: Kader Golkar Tidak Setuju Jika Aziz Syamsuddin Ditunjuk Setya Novanto Jadi Ketua DPR
“Aziz Syamsudin itu kan orangnya Novanto. Jika Aziz memimpin DPR atau Golkar, sama saja yang memimpin itu adalah Novanto juga. Tak ada bedanya,” imbuhnya.
Menurut Ujang, jika dipaksakan Aziz untuk dilantik, hal itu tidak baik bagi DPR RI secara kelembagaan.
Misalnya, Aziz dilantik pada Senin (11/12/2017) besok, lalu kemudian Golkar pada waktu dekat melaksanakan Munaslub dan mendapat Ketua Umum baru, bisa saja ketua DPR diganti lagi.
“Kalau dipaksakan, masak dalam satu periode DPR 2014-2019 terjadi 5 kali pergantian ketua DPR. Apa itu tidak lucu,” kata dia.
Ujang pun menyarankan Golkar melakukan Munaslub lebih dahulu dan mendapatkan Ketua umum definitif, baru kemudian dilakukan musyawarah untuk menunjuk siapa yang akan menduduki kursi nomor 1 di DPR RI.
“Selesaikan dulu melalui Munaslub sebagai jalan keluar, itu lebih elok,” katanya.