DPR Diminta Tolak Surat Pengajuan Ketua Dewan oleh Novanto
Menurutnya, jika ingin dipercaya rakyat, DPP Golkar harus berupaya melawan jejak Novanto di DPR dan internal Golkar.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat politik Charta Politica Yunarto Wijaya melihat surat penunjukan Aziz Syamsuddin sebagai upaya Novanto mempertahankan kekuasaan.
Selain itu untuk melindungi diri Novanto dari jeratan hukum e-KTP.
Menurutnya, jika ingin dipercaya rakyat, DPP Golkar harus berupaya melawan jejak Novanto di DPR dan internal Golkar.
Baca: Kecelakaan di Tol Cawang, Pengemudi Mengaku Lelah Usai Melayat dari Pemalang
Dalam penutupan masa sidang hari ini, saran Yunarto, pimpinan DPR cukup membacakan surat pengunduran diri Novanto sebagai Ketua DPR. Hal itu sambil menunggu Munaslub Golkar yang rencananya akan digelar dalam waktu dekat.
"Pimpinan DPR bisa menunjuk pelaksana tugas Ketua DPR seperti saat muncul kasus Papa Minta Saham. Ini sambil menunggu pemilihan ketum Golkar yang baru," kata Yunarto lewat pesan singkat yang diterima, Senin (11/12/2017).
Yunarto menilai, tidak etis jika DPR menerima surat seorang terdakwa kasus korupsi untuk menunjuk pergantian dirinya sebagai ketua Ketua DPR.
Pasalnya, DPR sebagai lembaga terhormat yang bukan merupakan milik pribadi atau golongan tertentu saja.
Baca: 3 Perampok Muda Kepergok Warga Saat Nobar MU VS Manchester City
Yunarto menjelaskan, penunjukan Azis Syamsudin sebagai Ketua DPR oleh Novanto memperlihatkan bahwa Gollkar dan DPR miliknya Novanto. Dalam penunjukan Ketua DPR, seharusnya DPP Partai Golkar merapatkannya secara kolektif kolegial.
"Bagaimana mungkin Ketua lembaga tinggi negara sekelas DPR ditunjuk oleh orang yang berada dalam penjara. Ini sangat tidak etis," katanya.
Fraksi-fraksi lainnya di DPR juga harus berupaya menolak surat Novanto tersebut. Sebab, bila hal itu tak dianulir maka kredibilitas lembaga DPR akan semakin terdegradasi.
"Dari sisi DPR ini tantangan. Kalau DPR meloloskan ini maka sama saja mempertontonkan yang salah. DPR sekarang ini sudah ada pada titik nadir. DPR tak boleh dikuasai orang tertentu," katanya.
Sebagaimana diketahui, MKD sedang mengusut dugaan pelanggaran etik Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.
Novanto sejak ditahan KPK meninggalkan tugas sebagai Ketua DPR. Pengunduran diri ini adalah yang kedua kali setelah sebelumnya mundur gara-gara kasus 'Papa Minta Saham'.