Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Penasihat Hukum Novanto Temukan Kejanggalan dalam Surat Dakwaan Para Terdakwa Kasus Korupsi e-KTP

Maqdir meminta majelis hakim supaya membatalkan surat dakwaan atau paling tidak menyatakan dakwaan terhadap Setya Novanto tidak diterima.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Penasihat Hukum Novanto Temukan Kejanggalan dalam Surat Dakwaan Para Terdakwa Kasus Korupsi e-KTP
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Tersangka kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto keluar dari Gedung KPK Jakarta usai menjalani pemeriksaan, Selasa (19/12/2017). Ketua DPR nonaktif itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang sama dengan tersangka Anang Sugiana Sudihardjo. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, menilai surat dakwaan Setya Novanto sebagai salah satu terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP tidak konsisten dengan terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP lainnya.

Untuk itu, dia meminta majelis hakim supaya membatalkan surat dakwaan atau paling tidak menyatakan dakwaan terhadap Setya Novanto tidak diterima.

"Tak ada konsistensi di surat dakwaan padahal mereka ini didakwa bersama-sama. Orang didakwa bersama-sama itu uraian perbuatan tetap sama nah ini tidak bukan hanya waktu tidak sama tempat juga tidak sama," tutur Maqdir, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Baca: KPK Senang Jika Setya Novanto Ajukan JC

Sebelum membacakan eksepsi di sidang, tim penasehat hukum Setya Novanto memperbandingkan antara tiga dakwaan para pelaku korupsi proyek pengadaan e-KTP.

Mereka yaitu, eks Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Irman, mantan Direktur PIAK Kemendagri Sugiharto, dan pengusaha Andi Narogong.

Menurut dia, tim penasehat hukum membandingkan mengenai nama orang-orang yang disebut sebagai teman peserta dan membandingkan nama-nama orang yang disebut dari masing-masing surat dakwaan ini dianggap sebagai penerima dari uang sejumlah uang berhubungan dengan perkara e-KTP.

Berita Rekomendasi

"Kemudian yang penting lagi ada perubahan-perubahan misalnya satu orang yang menerima uang dalam satu dakwaan itu berbeda dengan dakwaan berikutnya dan berbeda lagi dengan dakwaan pak Novanto," kata dia.

Setelah membandingkan tiga surat dakwaan itu, dia menemukan adanya tidak konsisten. Salah satu contohnya adalah dugaan keterlibatan mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

Dia menjelaskan, di dalam berita acara pemeriksaan yang dilakukan dalam perkara Setya Novanto, Gamawan Fauzi menyangkal pernah menerima uang. Namun, di dalam surat dakwaan Irman dan Sugiarto, Gamawan Fauzi dikatakan menerima uang Rp 50 juta dan 4,5 juta USD.

Sementara itu, di dalam surat dakwaan Andi Agustinus, Gamawan Fauzi dikatakan hanya menerima uang Rp 50 juta. Lalu berbeda lagi di dalam dakwaan Setya Novanto dikatakan, Gamawan Fauzi menerima uang Rp 50 juta dan ruko serta tanah di Kebayoran.

"Ini fakta-fakta yang berbeda bagaimana mungkin seseorang akan lebih bisa membela secara baik ketika didakwa bersama-sama, tetapi faktanya berbeda. Ini yang kami kritisi dari surat dakwaan," ujarnya.

Dia menegaskan, surat dakwaan itu harus jelas pasti dan cermat. Namun, jika membandingkan tiga surat dakwaan itu ada ketidakcermatan dari surat dakwaan itu kalau dibandingkan surat dakwaan lain.

"Oleh karena itu tentu saja nanti kita minta supaya dakwaan dibatalkan atau paling tidak dinyatakan tidak diterima," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas