Tampilan Berbeda Setya Novanto di Ruang Sidang Hingga Komentarnya Soal Pergantian Pimpinan Golkar
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto tampil berbeda dalam persidangan kedua dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan
Penulis: Gita Irawan
Editor: Anita K Wardhani
Selama persidangan, Deisti terlihat terus melihat ke arah depan. Sesekali ia tampak menarik maju sisi kanan dan kiri kerudung putihnya.
Selama persidangan, Deisti hanya terlihat satu kali menoleh ke belakang dengan dahi berkerut ketika nota keberatan Novanto dibaca secara bergiliran oleh tim pengacaranya.
Dalam eksepsinya, tim pengacara Novanto menyampaikan bahwa surat dakwaan yang dibuat KPK tidak memenuhi syarat cermat, jelas, dan lengkap sesuai dengan dengan pasal 143(2)huruf a KUHAP. Tim pengacara Novanro aempat menuding bahwa perhitungan jumlah kerugian negara yang disebut dalam dakwaan kliennya berbeda-beda. Salah satu hal yang disampaikan keberatan dari tim pengacara Novanto adalah kliennya disebut menerima uang dari Anang Sugiana Sugiharjo melalui saksi Made Oka Masagung. Namun tim pengacara Novanto menyangkal hal itu. Bahkan salah seorang pengacara Novanto yang tidak diketahui namanya sempat mengatakan bahwa dakwaan penerimaan uang Novanto lewat Made Oka Masagung adalah hisapan jempol belaka dan ilusi dari Jaksa Penuntut Umum KPK ketika membacakan eksepsinya.
"Maka dengan demikian perbuatan terdakwa Setya Novanto menerima uang dari Anang Sugiana Sugiharjo dan Johannes Marliem hanyalah hisapan jempol belaka. Uraian dalam surat dakwaan ini tidak benar dan hanya berdasarkan ilusi dari penuntut umum," kata pengacara tersebut.
Namun di sisi lain JPU KPK Abdul Basir mengungkapkan bahwa materi eksepsi Novanto yang akan menuding JPU KPK tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam pembuatan surat dakwaan telah diperkirakan sebelumnya.
"Sudah, kita sudah pasti prediksi begitu," kata Basir di luar ruang sidang.
Basir juga mempertanyakan tudingan dari pengacara Novanto soal ketidak cermatan perhitungan kerugian negara tersebut. Menurut Basir, perhitungan tersebut justru telah diterima pengadilan dalam dua persidangan kasus proyek KTP Elektronik sebelumnya.
"Itu yang kemudian saya tidak habis pikir. Di mana tidak cermatnya, di mana berbedanya? Karena kerugian keuangan negara sudah dihitung secara legitimate oleh BPKP dan itu sudah diterima oleh pengadilan dalam dua perkara sebelumnya," kata Basir sambil tersenyum usai persidangan. (acz/gta)