Nasib Setya Novanto di Penghujung Tahun
Pada 17 Juli 2017, KPK secara mantap menetapkan Novanto sebagai tersangka pada kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Choirul Arifin
Selang beberapa waktu, dia kemudian mundur dari ketua umum Partai Golkar dan ketua DPR sehingga kekuasannya semakin melemah.
Di lain pihak, KPK kemudian berjuang melawan waktu karena pada 15 Nopember sebelumnya, Novanto melalui kuasa hukumnya kembali mengajukan gugatan praperadilan. Untuk menggugurkan gugatan tersebut, perkara Novanto harus segara dilimpahkan. Sesuai ketentuan Mahkamah Konstitusi, gugatan praperadilan otomatis gugur jika pemeriksaan perkara pokoknya dimulai di persidangan.
Walau dibantah KPK sebagai bentuk strategi, perkara tersebut akhirnya dilimpahkan ke pengadilan pada 6 Desember 2017. Satu hari sebelum sidang praperadilan Novanto. Walau sudah dilimpahkan, kuasa hukum Novanto tetap memaksa agar sidang praperadilan terus digelar karena yakin persidangan bisa digelar sebelum pembacaan surat dakwaan dimulai.
Sekali lagi, Novanto itu punya banyak akal. Pada sidang perdana pada 13 Desember 2017, Novanto berlagak sakit dan menderita. Dia irit bicara dan tidak menatap majelis hakim yang dipimpin Hakim Yanto sekaligus ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Novanto nampaknya ingin menggagalkan agar sidang ditunda sehingga sidang praperadilan tetap berlanjut sampai putusan. Namun, harapan tersebut harus sirna. Drama Novanto kandas karena hakim kemudian memerintahkan agar Novanto segera diperiksa dokter di klinik pengadilan.
Novanto sebenarnya ingin diperiksa tim dokter dari Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Namun pada hari itu, hanya dokter umum RSPAD yang bisa datang. Novanto pun menolak diperiksa.
Dia kemudian diperiksa tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia yang diminta KPK. Hasilnya, Novanto dinyatakan sehat bisa mengikuti persidangan. Yanto kemudian akhirnya mengetuk palu pertanda sidang dimulai pada pukul 17.10 WIB.
Novanto didakwa secara bersama-sama memperkaya diri sendiri dan orang lain dari pengadaan KTP elektonik. Dia disebut menerima uang 7,3 juta Dolar Amerika Serikat dan jam tangan mewah Richard Mille seharga sekitar Rp 1,3 miliar.
Bekas ketua fraksi Partai Golkar itu didkwa bersama-sama dengan, Irman, Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Anang Sugiana Sugihardjo, Isnuedhi Wijaya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Made Oka Masagung, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan, didakwa memperkaya diri sendiri atua orang lain atau suat korporasi.
Kuasa hukum Novanto keberatan terhadap surat dakwaan tersebut. Mereka mempersoalkan surat dakwaan yang tidak cermat karena berbeda dengan surat dakwaan sebelumnya yakni milik Irman dan Sugiharto serta Andi Agustinus alias Andi Narogong. (tribun/Erik Sinaga)