Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Berantas Korupsi KPK Harus Lebih Profesional Jangan Emosional

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun diharapkan bisa bekerja lebih profesional dan tidak mengedepankan emosional dalam menyelidiki dan mengusut.

zoom-in Berantas Korupsi KPK Harus Lebih Profesional Jangan Emosional
TRIBUN/ABDUL QODIR
Bangunan 16 lantai yang didominasi warna merah putih dan berlogo KPK, telah kokoh berdiri di tepi Jalan HR Rasuna Said Kav C-22, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/10/2015). Pembangunan gedung itu, dijadwalkan selesai pada akhir November 2015 sehingga bisa diserahkan ke KPK pada awal Desember 2015. TRIBUNNEWS/ABDUL QODIR 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik-praktik korupsi di tanah air kian hari makin merajalela dan menggurita, apalagi pada tahun ini dan tahun mendatang potensi-potensi tersebut akan muncul seiring pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak dan pemilu presiden tahun 2019.

Sebagai lembaga pemberantasan anti-rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun diharapkan bisa bekerja lebih profesional dan tidak mengedepankan emosional dalam menyelidiki dan mengusut perkara-perkara korupsi.

"KPK diharapkan bisa lebih profesional dan tidak emosional dalam menyelidiki dan mengusut kasus-kasus korupsi," ujar Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil kepada Tribunnews, Jumat(19/1/2018).

Menjelang tahun politik kata Nasir KPK memang masih menjadi harapan untuk memberantas praktik-praktik korupsi, namun kata Nasir dengan catatan selama para pimpinannya tidak terjebak dengan permainan politik dan penyanderaan yang dilakukan oleh para kelompok pemburu rente yang berlindung dibalik kekuasaan.

"Dengan adanya penindakan maka diharapkan ada upaya untuk pencegahan dan efek jera," kata Nasir.

Lebih jauh Nasir menjelaskan meski KPK di Indonesia tidak sama seperti KPK yang ada di Hongkong bisa mengusut dan menyelidiki praktik politik uang saat pemilu, namun kata Politikus PKS ini, Agus Rahardjo Cs bisa tetap berperan melakukan pemantauan.

Salah satunya kata Nasir yakni dengan menelaah Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para kandidat dan melakukan edukasi kepada pemilih.

Berita Rekomendasi

"Potensi-potensi korupsi dalam pilkada tentu sudah dikaji oleh KPK. Karena itu KPK diminta untuk melakukan pencegahan sehingga bisa dibedakan antara mana politik uang dan ongkos politik. Polisi katanya akan membentuk satgas antimoney politic kita tunggu saja seperti apa mekanisme dan tata kerjanya,"ujar Nasir Djamil.

Sementara itu Pakar Hukum R Bayu Perdana mengatakan penegakan hukum tidak berjalan dengan efektif dan penangkapan para koruptor tidak mencegah orang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Bayu mengatakan, secara teori, Indonesia memiliki intrumen lengkap untuk memberantas tindak pidana korupsi.

Mulai lembaga 'super power' KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dan peraturan perundang-undangan anti-korupsi. "Tetapi mengapa Indonesia masih berada di urutan bawah sebagai Negara yang korup? Terlebih lagi, restitusi kerugian negara yang didapat juga tidak sepadan dengan budget yang dikeluarkan untuk pemberatasan tindak pidana korupsi," katanya.

Tujuan negara dalam pemberantasan tindak pidana korupsi salah satunya dengan mendorong KPK, untuk beralih dari penindakan dengan membawa para koruptor ke Pengadilan dengan tindakan pencegahan, karena tugas KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak hanya melakukan penindakan tetapi juga pencegahan.

Menurutnya, pencegahan dapat diawali dengan melakukan supervisi terhadap proyek-proyek strategis dan pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara yang langsung dilakukan oleh KPK. "Hal ini sebetulnya telah dilakukan oleh KPK seperti dalam proyek E-KTP dan pengawasan kinerja Pemprov Bengkulu agar bebas dari korupsi, tetapi dalam dua contoh tersebut KPK gagal," kata Bayu.

Bayu menyebutkan, seharusnya KPK dapat menunjuk perwakilannya sebagai PIC atau penyidik/penyelidik-nya untuk mengawasi dan meninjau sebelum transaksi dilakukan. "Selanjutnya, sudah saatnya KPK bekerjasama dengan Advokat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sudah lazim setiap kantor Advokat di Negara maju seperti Amerika Serikat memiliki area praktik untuk anti-korupsi, tetapi di Indonesia kebanyakan Advokat fokus dalam pembelaan terhadap tersangka korupsi di pengadilan," katanya.

Selain itu, dalam pencegahan, advokat berperan penting dalam memberikan pendapat hukum terhadap potensi korupsi yang mungkin terjadi. "Seharusnya pihak-pihak yang menggunakan keuangan Negara maupun transaksi yang berkaitan dengan keuangan negara melakukan mitigasi terhadap potensi korupsi yang mungkin muncul dikemudian hari," kata Bayu.

Bayu menyimpulkan, pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini harus menggunakan cara yang lebih efektif dan progresif seperti pencegahan dan penyelesaian perkara di luar pengadilan.
"Menggunakan cara yang telah dilakukan bertahun-tahun yaitu menuntut para koruptor di Pengadilan ternyata tidak efektif sebagaimana tercermin dalam indeks korupsi yang masih tinggi di Indonesia," katanya.
Untuk itu dirinya memberikan saran supaya penegak hukum memilah dan membatasi perkara yang pantas untuk diajukan ke pengadilan.

"Karena tujuan dari pemidanaan dalam tindak pidana korupsi adalah mencegah orang untuk melakukan korupsi dan pengembalian kerugian keuangan negara, bukan sebatas pemidanaan tanpa tujuan," kata lulusan Magister Hukum Georgetown University, Amerika Serikat ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas