Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sebelum Ada Solar Lantern, Nelayan Desa Riangbura Terbatas Bekerja Di Malam Hari

Andreas Tutumuda (53), seorang warga Desa Riangbura, yang memiliki profesi sebagai nelayan, mengaku terbantu dengan adanya solar lantern.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Sebelum Ada Solar Lantern, Nelayan Desa Riangbura Terbatas Bekerja Di Malam Hari
Tribunnews.com/ Fitri Wulandari
Seorang nelayan di pesisir Desa Riangbura, Ile Bura, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (28/1/2018), saat hendak memasukkan solar lantern Panasonic ke dalam plastik untuk dimanfaatkan sebagai penerangan saat melaut dan menghindari dari hujan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, FLORES - Masih banyaknya wilayah di pelosok tanah air yang memiliki keterbatasan infrastruktur penerangan, membuat sejumlah pihak turut memberikan perhatian dalam upaya memajukan sumber daya manusia melalui cara donasi.

Satu diantaranya perusahaan elektronik asal Jepang, Panasonic.

Perusahaan tersebut memberikan sekira empat ratusan solar lantern kepada masyarakat di sejumlah desa yang tersebar di Kecamatan Ile Bura, salah satunya Desa Riangbura.

Baca: Menteri Perhubungan Pastikan Peratuan Menteri Nomor 108 Tahun 2017 Tidak Bakal Dicabut

Andreas Tutumuda (53), seorang warga Desa Riangbura, yang memiliki profesi sebagai nelayan, mengaku terbantu dengan adanya solar lantern.

Menurutnya, lampu yang menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi itu bisa membantu dirinya dan rekan nelayan lainnya dalam menjahit jala di malam hari.

Berita Rekomendasi

Hal itu karena sebelumnya, ia tidak melakukan kegiatan tersebut pada malam hari karena tidak adanya pencahayaan yang cukup.

Sebelum ada solar lantern, ia biasa menggunakan lampu minyak yang mudah padam jika terkena angin.

Baca: Guyonan Romy Saat Verifikasi Faktual: Pengurus PPP Lebih Takut Sama KPU Daripada Sama Ketua Umum

Selain itu, asap yang dihasilkan lampu minyak juga menurutnya sangat mengganggu.

Pekerjaan menjahit jala yang rusak disela kegiatannya melaut itu biasa dilakukan pada siang hari.

"Tidak (ada solar lantern), kalau malam nggak ada kegiatan ini, ini siang kalau kami ada waktu, kami kerja sendiri (jahit jala)," ujar Andreas, saat ditemui di rumahnya di Desa Riangbura, Ile Bura, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu (28/1/2018).

Ia kemudian menambahkan, dirinya hanya melaut bersama 14 nelayan lainnya di desa itu.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas