Terinspirasi Aksi Zaadit Taqwa, Fadli Zon ikut Unggah Puisi Bertema 'Kartu Kuning' di Twitter
Terinspirasi dari aksi Zaadit Taqwa Jumat minggu lalu, Fadli Zon turut memberikan 'kartu kuning'dalam bentuk puisi
Penulis: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Jumat sore lalu (2/2/2018) kata kunci BEM UI tiba-tiba menjadi trending topic Twitter di Indonesia.
Usut punya usut, hal ini terjadi pasca aksi Ketua BEM Universitas Indonesia (BEM UI) Zaadit Taqwa yang membuat heboh kampusnya, Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat.
Hal ini tepatnya terjadi saat Presiden Jokowi hadir berpidato di acara Dies Natalis ke-68 UI, Jumat (2/1/2018).
Usai Jokowi memberikan pidato di acara Dies Natalis dan akan melanjutkan ke acara peresmian acara Forum Kebangsaan UI di Balairung UI, Zaadit mengacungkan 'kartu kuning' dan meniup peluit di depan Jokowi.
Layaknya wasit, sang juru pengadil di pertandingan sepakbola, Zaadit mengacungkan 'kartu kuning' tersebut dengan tangan kanan.
Karena aksinya ini, mendadak sosoknya tuai pro kontra dan menjadi perbincangan warganet.
Usut punya usut, Ada alasan tersendiri mengapa mahasiswa yang sehari-hari tinggal di Kota Depok ini nekat menyemprit Jokowi saat datang ke kampusnya.
Zaadit menjelaskan, pengacungan buku panduan berwarna kuning sebagai gambaran jika Presiden mendapatkan kartu kuning dengan maksud memberikan peringatan agar menyelesaikan permasalahan bangsa.
"Kita bawa tiga tuntutan, dan kita sudah sampaikan lewat aksi di stasiun (Universitas Indonesia)," tutur Zaadit.
Tiga tuntutan tersebut, kata Zaadit, pertama terkait gizi buruk di Papua untuk segera diselesaikan oleh pemerintah karena lokasi kejadian luar biasa campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, merupakan bagian dari Indonesia.
Kemudian, tuntutan kedua yang disuarakan Zaadit, terkait Plt atau penjabat gubernur yang berasal dari perwira tinggi TNI/Polri.
"Kita tidak pingin kalau misalnya kembali ke zaman orde baru, kita tidak pengen ada dwifungsi Polri, dimana Polisi aktif pegang jabatan gitu (gubernur) karena tidak sesuai dengan UU Pilkada dan UU Kepolisian," papar Zaadit.
Sedangkan tuntutan ketiga, yaitu persoalan Permenristekdiktir tentang Organisasi Mahasiswa (Ormawa) karena dapat mengancam kebebasan berorganisasi dan gerakan kritis mahasiswa.
"Itu tadi buku paduan suara, karena pengawasan lumayan ketat tadi pas masuk ke dalam, makanya kita pakai buku itu, biar bisa masuk," tutur Zaadit.
"Kita tidak pingin mahasiswa dalam bergerak atau berorganisasi dan berkretasi itu dikungkang, oleh peraturan yang kemudian dibatasi ruang gerak mahasiswa," papar Zaadit.