ISNU Akan Beri Bantuan Hukum Bagi Peneliti Muda MK Yang Kritik Arief Hidayat
Ghoffar menulis sebuah opini di media yang memperingatkan laku Ketua MK, Arief Hidayat
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama mendukung dan akan memberikan bantuan hukum kepada seorang peneliti muda Mahkamah Konstitusi (MK), Abdul Ghoffar Husnan.
Ghoffar menulis sebuah opini di media yang memperingatkan laku Ketua MK, Arief Hidayat, yang bisa menciderai wibawa lembaga pengawal konstitusi.
Alih-alih dibalas dengan respons akademik sepadan, MK mengambil tindakan dengan membebastugaskan sementara Ghoffar.
Bahkan terhadapnya akan dilakukan pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran disiplin pegawai yang bisa berujung pada pemberhentian yang bersangkutan sebagai ASN.
"Kami mengaggap reaksi MK berlebihan dan tidak sejalan dengan perlindungan hak dasar warga negara negara yang dijamin konstitusi bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat” (Pasal 28 E Ayat (3) UUD 1945)," tegas Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama, M. Kholid Syeirazi dalam keterangannya kepada Tribunnews.com, Rabu (7/2/2018).
Baca: Ditawari Jadi Caleg Partai, Ini Jawaban Buwas
Dia tegasnya, Ghoffar datang dengan semangat jujur dan tulus untuk menjaga dan melindungi instansi tempat dia bekerja dari anasir-anasir negatif yang dapat merusak marwah dan martabat hakim dan meruntuhkan kredibilitas institusi Mahkamah.
Menurutnya, suara Ghoffar bukan insinuasi yang lantas direspons dengan intimidasi yang dapat menghabisi nalar kritis dan mematikan nasib kritikus.
"Opininya dimuat di mimbar terhormat sebuah media kredibel, karena itu tidak pantas dijawab dengan pendekatan kekuasaan yang mengancam karir pekerjaan yang bersangkutan," ujarnya.
Ia juga mengingatakn MK lahir dari rahim reformasi yang diberi mandat sebagai pengawaldan penafsir konstitusi yang putusannya bersifat final dan mengikat.
Hakim MK adalah pembawa suara kebenaran dan pemangku nilai keadilan Tuhan yang dititipkan ke dalam nurani bening seorang hakim.
Namun, hakim adalah manusia biasa yang tidak lepas salah dan dosa. Pun Hakim MK, yang diberi wewenang besar oleh konstitusi, bukan Nabi yang ma’shum. Hakim MK bisa luput dan salah.
Kasus Akil Mochtar dan Patrialis Akbar telah mencoreng marwah MK dan menunjukkan bahwa lembaga ini bukan majelis yang berisi orang-orang suci.
Karena itu, hakim MK harus rela dikoreksi jika salah, diluruskan jika melenceng, dan dikritik untuk menjaga marwah dan martabatnya.