Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peneliti: Putusan MK Menangkan Hak Angket DPR Jadi Tragedi Bagi KPK

Apalagi ia mengutip pernyataan mantan Ketua MK Mahfud MD, putusan ini menabrak empat putusan lain sebelumnya.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Peneliti: Putusan MK Menangkan Hak Angket DPR Jadi Tragedi Bagi KPK
TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tragedi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memenangkan DPR dalam memutus permohonan uji materi terkait hak angket terhadap lembaga antirasuah itu.

Hal itu ditegaskan peneliti School of Transnational Governance European University Institute Erwin Natosmal Oemar kepada Tribunnews.com, Jumat (9/2/2018).

"Selain bermasalah secara logika hukum, putusan ini secara tidak langsung memberikan ruang bagi DPR untuk menghantam KPK," ujar aktivis antikorupsi ini.

Apalagi ia mengutip pernyataan mantan Ketua MK Mahfud MD, putusan ini menabrak empat putusan lain sebelumnya.

"Hal ini menimbulkan kerancuan akademik dan ketidakpastian hukum," jelas Erwin.

Baca: KPK Kecewa dengan Putusan MK Terkait Hak Angket DPR

Pada sisi lain, imbuhnya, putusan ini mengonfirmasi adanya dugaan transaksi jabatan Ketua MK dengan sejumlah politisi Komisi III.

Berita Rekomendasi

Hal senada juga disampaikan Mahfud MD seperti disampaikan dari Kompas.com.

Mantan Ketua MK itu sudah menduga MK akan memenangkan DPR dalam memutus permohonan uji materi terkait hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dugaan Mahfud pun terbukti. Pada Kamis (8/2/2018) kemarin, MK memutuskan menolak gugatan yang diajukan wadah pegawai KPK tersebut.

MK menegaskan bahwa KPK adalah bagian dari eksekutif sehingga termasuk obyek dari hak angket DPR.

"Bahwa MK akan memutuskan seperti itu, seperti yang kemarin sore itu, sudah diduga sejak awal Desember," kata Mahfud MD kepada Kompas.com, Jumat (9/2/2018).

Mahfud menceritakan, kecurigaannya itu muncul setelah ada isu lobi yang dilakukan Ketua MK Arief Hidayat kepada sejumlah anggota Komisi III DPR.

Lobi itu bertujuan agar DPR kembali memperpanjang masa jabatan Arief sebagai Hakim MK. Sebagai gantinya, MK akan menenangkan DPR dalam perkara uji materi terkait hak angket KPK.

Menurut Mahfud, isu itu dikonfrimasi dengan putusan Dewan Etik MK yang menilai bahwa Arief Hidayat telah melakukan pelanggaran kode etik ringan.

Dewan Etik menemukan fakta bahwa Arief terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta. Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon.

Meski demikian, Dewan Etik MK tidak menemukan bukti adanya lobi politik dalam pertemuan itu.

"Isu itu benar ketika Dewan Etik MK menyatakan pelanggaran etik sudah terjadi meskipun ringan. Sudah benar putusannya, berarti ada (lobi). Sekurang-kurangnya, ada gejalanya," kata Mahfud.

Pasca-putusan Dewan Etik MK itu, Mahfud pun semakin yakin bahwa permohonan yang disampaikan pegawai KPK itu akan ditolak. Namun, ia saat itu tak berani mengungkapkan dugaannya ke publik karena akan dianggap menghina dan memfitnah pengadilan.

Akhirnya, Mahfud pun hanya berkomunikasi dengan pihak pegawai KPK, menyarankan agar permohonan tersebut dicabut.

"Itu sebagai teguran moral untuk mengatakan 'Anda tidak kami percaya untuk memutus kasus ini karena secara etik sudah melanggar'. Sudah ditarik saja ini anda gak bakalan menang. Mau jungkir balik pun enggak akan menang," kata Mahfud.

Pasca- putusan MK ini, desakan mundur terhadap Arief Hidayat dari posisi Ketua MK pun semakin menguat. Terkait hal itu, Mahfud enggan terlalu banyak berkomentar.

"Ya terserah Ketua MK kalau itu. Arief itu sahabat baik saya. Terserah dia," kata Mahfud. (*) 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas