Bupati Ngada Marianus Sae Kepala Daerah Keenam Jadi Tersangka KPK Sepanjang 2018
KPK menetapkan Bupati Ngada, Marianus Sae, sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Nusa Tenggara Timur.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru dua bulan berjalan tahun 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah gencar melakukan penindakan dalam memberantas korupsi.
Teranyar Minggu (11/2/2018), KPK menjaring Bupati Ngada Marianus Sae dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Nusa Tenggara Timur (Pilkada NTT).
KPK menetapkan Bupati Ngada, Marianus Sae, sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Nusa Tenggara Timur.
Berdasarkan data Tribunnews.com, Minggu (11/2/2018), Marianus yang maju dalam Pemilihan Kepala Daerah Nusa Tenggara Timur (Pilkada NTT) 2018 itu menjadi kepala daerah keenam menjadi tersangka kasus korupsi.
Berikut enam kepala daerah yang ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK:
1. Bupati Ngada, NTT, Marianus Sae
Bupati Ngada, Marianus Sae, yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi diketahui maju dalam Pilkada Nusa Tenggara Timur (NTT).
KPK menduga aliran uang suap dari Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu (WIU) tersebut akan digunakan untuk biaya kampanye oleh Marianus.
"Apakah ini akan dilakukan untuk biaya kampanye? Prediksi ya, prediksi dari tim kita kemungkinan besar dia butuh uang untuk itu (kampanye)," ujar Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2018).
Namun Basaria belum dapat memastikan hal tersebut. Saat ini tim dari KPK masih menelusuri aliran dana dari Marianus untuk biaya Pilkada.
"Tapi apakah itu pasti untuk sana kita belum bisa mengatakan itu karena kita belum menerima. Belum menemukan jalur sesuatu yang diberikan kepada pihak yang akan melakukan tim-tim yang berhubungan dengan Pilkada tersebut," kata Basaria.
Namun Basaria kembali menegaskan bahwa dana tersebut besar kemungkinan digunakan untuk keperluan dirinya maju dalam Pilkada NTT.
"Tapi prediksi dari tim tadi sudah mengatakan kalau yang bersangkutan akan balon (bakal calon) gubernur Sudah barang tentu memerlukan dana yang banyak. Itu kira kira," tegas Basaria.
Seperti diketahui, Marianus diduga menerima suap total Rp 4,1 miliar yang berkaitan dengan proyek di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Uang tersebut diduga diberikan oleh seorang Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu. Selama ini Wilhelmus kerap mendapatkan proyek-proyek infrastruktur di Ngada, NTT.
Dalam kasus ini, WIU disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara Marianus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif
Mengawali tahun 2018, KPK bergerak cepat melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepala daerah.
Kali ini, tim antirasuah menangkap Bupati Hulu Sungai Tengah (HST) Abdul Latif dan sejumlah orang di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, dan Surabaya, Jawa Timur, Rabu (3/1/2018) hingga Kamis (4/1/2018).
Juru bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan bahwa kedua operasi tangkap tangan (OTT) itu masih dalam satu perkara.
Pada Jumat (5/1/2018) sore, akhirnya Bupati Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, Abdul Latif meninggalkan kantor KPK dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye alias menjadi tersangka.
Ia pun pasrah dan hanya mengacungkan jempol saat digiring petugas KPK ke mobil tahanan.
Abdul Latif selaku bupati adalah satu di antara enam orang yang sehari sebelumnya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim KPK melakukan praktik dugaan suap di HST, Kalimantan Selatan dan Surabaya, Jawa Timur.
3. Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan
KPK menetapkan Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan sebagai tersangka kasus suap pada proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2016.
Penetapan tersangka tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Saut menyatakan, Rudi Erawan ditetapkan menjadi tersangka setelah KPK melakukan pengembangan penyidikan kasus tersebut.
Dalam kasus ini, KPK sudah memproses 10 orang baik dari unsur swasta, pemerintahan, maupun DPR. Sebagian sudah diproses hingga pengadilan.
Saut mengatakan, selaku bupati, Rudi diduga menerima hadiah atau janji atau suap yang bertentangan dengan kewajibannya.
Suap untuk Rudi tersebut diduga diberikan oleh mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary.
Amran diduga menerima sejumlah uang pada proyek di PUPR tersebut dari beberapa kontraktor, salah satunya Dirut PT WTU Abdul Khoir.
Dalam kasus ini, Rudi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
4. Bupati Kebumen
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad sebagai tersangka.
Fuad diduga menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016.
"MYF bersama HA diduga menerima hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBD Kabupaten Kebumen tahun 2016," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (23/1/2018) dikutip dari Kompas.com.
Selain Fuad, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka.
Mereka adalah Hojin Anshori dari pihak swasta dan Komisaris PT KAK Khayub Muhammad Lutfi.
Menurut KPK, Fuad bersama-sama Hojin menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 2,3 miliar.
Suap tersebut terkait proyek pengadaan barang dan jasa yang anggarannya diperoleh dari APBD Kabupaten Kebumen.
5. Gubernur Jambi Zumi Zola
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan, mengungkapkan bahwa Gubernur Jambi Zumi Zola diduga menerima hadiah atau janji sebesar Rp 6 miliar dari sejumlah proyek yang ada di Provinsi Jambi.
"Jumlah (gratifikasi) yang diterima Zumi Zola) sekitar Rp 6 miliar," ujar Basaria Panjaitan saat menggelar konferensi pers di kantornya, di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (2/2/2018).
Zumi Zola sendiri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait sejumlah proyek di Provinsi Jambi.
Dirinya ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan Pelaksana Tugas (Plt) Kadis PUPR Provinsi Jambi, Arfan.
"KPK menetapkan dua tersangka yakni ZZ (Zumi Zola) Gubernur Jambi, dan ARN (ARN) Kabid Bidag Bina Marga jambi. Selain itu, (Arfan) juga Kadis PUPR Jambi yang sebelumnya pernah ditetapkan tersangka," terangnya.
Basaria menjelaskan, penetapan tersangka terhadap dua pejabat di Provinsi Jambi merupakan hasil pengembangan penanganan perkara dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi, tahun 2018.
Penetapan tersangka terhadap dua tersangka tersebut dilakukan setelah KPK mengantongi bukti permulaan yang cukup.
Atas perbuatannya, kedua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
6. Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko
KPK mengamankan Bupati Jombang sekaligus kader Golkar Nyono Suharli Wihandoko (NSW) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
KPK pun kini telah menetapkan Nyono sebagai tersangka bersama seorang lainnya yakni Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Jombang Inna Silestyowati (IS).
Keduanya diamankan bersama 5 orang lainnya yakni Kepala Puskesmas Perak sekaligus Bendahara Paguyuban Puskesmas se-Jombang Oisatin (OST), Kepala Paguyuban Puskesmas se-Jombang Didi Rijadi (DR), Ajudan Bupati Jombang Munir (M), serta S dan A.
NSW ditangkap saat tengah berada di sebuah restoran siap saji di Stasiun Solo Balapan, Solo, Sabtu (3/2/2018), sekira pukul 17.00 WIB, saat hendak menunggu kereta yang aakan membawanya ke Jombang.
Ia ditangkap dengan uang sitaan sebesar Rp 25.550.000 dan US$ 9.500.
Sedangkan IS diamankan di sebuah apartemen di Surabaya, bersama S dan A, pada hari yang sama.
Dari IS ditemukan catatan dan buku rekening bank atas nama IS yang diduga menjadi tempat menampung uang kutipan itu.
NSW diduga menerima himpunan dana dari 34 Puskesmas se-Jombang, yang masing-masing dipotong sebanyak 7 persen.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.