OTT Marianus Sae, PDIP Klaim Sudah Selektif Pilih Sosok yang Diusung di Pilkada
Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arif Wibowo menanggapi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arif Wibowo menanggapi Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap bakal calon gubernur NTT yang diusung partainya dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Marianus Sae.
Menurutnya, PDIP selama ini sudah selektif dalam memilih sosok yang akan diusung dalam Pemilihan Kepala Daerah.
Ia pun tidak mengira kasus tersebut akan terjadi saat Bupati Ngada itu telah dipasangkan dengan kader PDIP Emiliana Nomleni.
Baca: Fabiano Beltrame Siap Lampiaskan Dendam ke Persebaya di Piala Gubernur Kaltim 2018
Arif menilai OTT terhadap Bupati Ngada tersebut merupakan pelajaran berharga yang harus dipetik.
"Saya kira kita sudah berupaya untuk selektif dan saya kira ini pelajaran berharga," ujar Arif, saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018).
Pelajaran yang tidak hanya harus diambil oleh partainya, namun juga partai lainnya agar lebih selektif dalam mengusung calon.
"Tidak hanya bagi PDI perjuangan, tapi seluruh partai dalam hal seleksi seluruh pasangan calon kepala daerah," tegas Arif.
Ia juga menganggap momentum tersebut sebagai satu rujukan untuk mendorong agar ada perbaikan terkait Undang-undang Pilkada.
"Sekaligus saya pikir ini adalah satu kasus yang bisa menunjuk tentang perlunya perbaikan tentang Undang-undang Pilkada, termasuk menyangkut pasangan calon juga," kata Arif.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Ngada sekaligus bakal cagub NTT, Marianus Sae sebagai tersangka kasus suap proyek jalan di Nusa Tenggara Timur.
Marianus ditetapkan sebagai tersangka, bersamaan dengan Direktur Utama (Dirut) PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu.
Penetapan tersangka keduanya telah diumumkan oleh Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2018).
Marianus diduga menerima suap sebesar Rp 54 miliar dari Wilhelmus, terkait sejumlah proyek jalan di Kabupaten Ngada.
Dalam kasus tersebut, Marianus disebut menjanjikan proyek-proyek tersebut kepada Wilhelmus.
Marianus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Wilhelmus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.