Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Rian Ernest : DPR Membuat UU Untuk Mengamankan Kepentingan Sendiri"

Rian mengaku sangat tak bisa menerima pengesahan revisi UU tersebut di tengah hangatnya kasus korupsi e-KTP

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Rian Ernest : DPR Membuat UU Untuk Mengamankan Kepentingan Sendiri
Istimewa
Rian Ernest 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - DPR mengesahkan revisi UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) yang baru, dimana ada tiga pasal yang kontroversial. Pertama, adalah Pasal 73 mengenai mekanisme pemanggilan paksa dengan bantuan polisi.

Kedua, adalah Pasal 122 mengenai langkah hukum Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD kepada siapa pun yang ‘merendahkan’ DPR dan anggota DPR.

Dan ketiga adalah Pasal 245 mengenai pemanggilan dan permintaan keterangan penyidikan kepada anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis presiden dan pertimbangan MKD.

Rian Ernest, Wakil Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia DKI Jakarta menyayangkan sikap DPR yang melahirkan pasal semacam ini di tengah kinerja DPR yang menurutnya masih mengecewakan.

"DPR memperkuat dirinya sendiri dari kritik dan wewenang aparat hukum, di saat pencapaian DPR selama dua tahun terakhir, masih mengecewakan," ujarnya.

Sebagai seorang mantan praktisi hukum yang juga pernah menjabat sebagai staf hukum Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat Ahok menjadi Gubernur DKI, Rian mampu mengingat dengan jelas target legislasi di 2016 dan 2017.

Baca: Saksi Sebut Pemilik Proyek e-KTP adalah Gajah

Berita Rekomendasi

"Sampai akhir Oktober 2016, dari 50 RUU yang masuk program legislasi nasional prioritas 2016, hanya sembilan RUU yang bisa diselesaikan. Artinya, hanya 18 persen pencapaian," tutur Rian.

Caleg PSI dari Dapil Jakarta ini juga menyebutkan, laporan kinerja DPR untuk tahun sidang 2016 - 2017.

"Dari 49 RUU yang masuk program legislasi nasional prioritas 2017, hanya tujuh RUU yang bisa diselesaikan, atau hanya 15 persen pencapaian," katanya.

Rian mengaku sangat tak bisa menerima pengesahan revisi UU tersebut di tengah hangatnya kasus korupsi e-KTP yang dalam dakwaannya menyebutkan banyak nama di Senayan yang ikut mencicip dan menikmati uang haram e-KTP.

Pengesahan pasal-pasal kontroversial ini menurutnya sangat layak dipertanyakan. Pertama, apakah layak bila DPR menggunakan tangan aparat hukum menghadirkan pihak-pihak, terutama pihak yang akan dianggap ‘merendahkan’ DPR?.

Padahal di saat yang sama DPR ingin berlindung menggunakan UU yang dibuat sendiri, menghindari proses penyidikan dengan meminta izin dari organ internalnya sendiri?

Kedua, apa batasan dan cakupan dari tindakan 'merendahkan' DPR? "Apakah tulisan kritis ini juga bisa dikatakan merendahkan? DPR sebagai pembuat UU telah membuat aturan yang ambigu," kata Rian mempertanyakan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas