Yusril Ihza: Negara Bisa Kacau Kalau Terjadi Calon Presiden Tunggal di Pilpres 2019
Hal ini karena ada aturan, presiden dapat diusung partai atau gabungan partai yang memperoleh sedikitnya 20 persen kursi di DPR
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu menyulitkan untuk maju sebagai calon presiden.
Hal ini karena ada aturan, presiden dapat diusung partai atau gabungan partai yang memperoleh sedikitnya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Karena,n pemilu 2019 digelar serentak maka acuan persentase tersebut adalah hasil pemilu 2014.
"UU Pemilu, (mencalonkan,-red) presiden itu menggunakan treshold 2014. Dan itu menyulitkan. Itu sudah diatur di undang-undang," tutur Yusril, kepada wartawan, Minggu (4/3/2018) malam.
Apabila melihat dari konstalasi politik saat ini, dia memprediksi, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, Joko Widodo akan maju sebagai calon tunggal.
Sementara itu, kemungkinan kedua akan terjadi kembali pertarungan seperti di 2014. Saat itu, Joko Widodo berpasangan dengan Jusuf Kalla berhadapan melawan Prabowo Subianto didampingi Hatta Rajasa.
Baca: Keponakan Setya Novanto dan Adik Gamawan Fauzi Jadi Saksi Kasus Korupsi e-KTP
Baca: Harry Tanoesoedibjo dan Petinggi Perindo Sambangi Istana, Ada Apa?
"Dari segi informasi kekuatan politik yang ada sekarang ini yang dilaksanakan pada pemilu 2014 kelihatan kalau tidak calon tunggal mengulang 2014," kata dia.
Saat ini, dia melihat Joko Widodo berupaya menarik suara umat islam. Upaya itu dilakukan dengan cara melakukan pendekatan kepada Partai Amanat Nasional (PAN).
Menurut dia, apabila PAN menerima pinangan Jokowi, maka itu akan menyulitkan Prabowo. Sebab, mantan Danjen Kopassus itu kekurangan dukungan untuk mencalonkan diri sebagai capres.
"Kalau itu diterima, Prabowo kecil kemungkinan maju ke calon presiden. Sehingga alternatif dari kalangan Jokowi mendekati Pak Prabowo supaya jadi wakil presiden kemungkinan bisa diterima juga kalau diterima nanti praktis calon tunggal," kata dia.
Melihat perkembangan politik dan demokrasi, kata dia, meskipun hanya ada calon tunggal, namun tetap harus dilaksanakan Pilpres.