Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah Tertunduk Saat Memasuki Gedung KPK
Tanpa berkata sepatah kata pun, Natalis langsung menuju ruang pemeriksaan di lantai dua Gedung KPK.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk menguak dugaan tindak pidana korupsi terkait persetujuan pemberian pinjaman daerah untuk APBD Kabupaten Lampung Tengah tahun 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah, J Natalis Sinaga pada hari ini, Selasa (6/3/2018).
Natalis sendiri hadir di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan sekitar pukul 13.00 WIB.
Saat berhadapan dengan awak media, Natalis yang mengenakan kemeja putih berbalut rompi oranye khas KPK tampak menundukkan wajahnya.
Tanpa berkata sepatah kata pun, Natalis langsung menuju ruang pemeriksaan di lantai dua Gedung KPK.
Setelah itu Bupati Lampung Tengah Mustafa yang juga mengenakan rompi oranye ikut menyusul untuk diperiksa KPK.
Baca: KPK Siap Umumkan Nama-nama Calon Pengganti Heru Winarko
Selain memeriksa keduanya, KPK juga dijadwalkan memeriksa tersangka lainnya yaitu anggota DPRD Lampung Tengah Rusliyanto dan Kepla Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman.
KPK juga dijadwalkan memeriksa Staf Hukum DPRD Lampung Tengah bernama Bayu, anggota DPRD Lampung Tengah Fraksi Golkar Bunyana, dan Ria Sitorus selaku pegawai negeri sipil Sekretaris Dewan Lampung Tengah.
Natalis kemudian terlihat keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 14.15 WIB.
Tak ada sedikit pun komentar yang keluar mengenai pemeriksaan hari ini.
“Permisi dong,” ucapnya sambil tersenyum.
Menurut Wakil Ketua KPK La Ode Syarif pada Kamis (15/2/2018) mengatakan Taufik Rahman disangka memberi uang kepada Natalis dan Rusliyanto untuk menyetujui perubahan APBD 2018 yaitu berupa pinjaman dana senilai Rp 300 miliar dari satu BUMN yaitu PT Sarana Multi Infrastruktur.
Uang itu rencananya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur yang dikerjakan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Lampung Tengah.
“Untuk melaksanakan niat itu perlu persetujuan dan tanda tangan dari pimpinan DPRD dan diduga di situ ada permintaan uang Rp 1 miliar,” kata La Ode.
Dalam kasus itu Taufik disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP.
Sedangkan Rusliyanto dan Natalis disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP.
Sedangkan Mustafa diduga ikut menyetujui adanya dana suap Rp 1 miliar itu.
“Atas arahan bupati diduga dana suap itu dihimpun dari kontraktor sebesar Rp 900 juta dan sisa Rp 100 juta diambil dari dana taktis,” tegas La Ode.