Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Agus Harimurti Yudhoyono Sulit Jadi Poros Ketiga

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) diprediksi akan sulit menjadi calon presiden ketiga setelah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Agus Harimurti Yudhoyono Sulit Jadi Poros Ketiga
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) pemenangan Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono memberikan sambutan usai pengukuhan Kogasma di DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018). SBY mengukuhkan putranya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai Kogasma untuk Pemilukada 2018 dan Pilpres 2019. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari memprediksi, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), akan sulit menjadi calon presiden ketiga setelah Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Kesulitan terletak pada penentuan calon wakilnya.

"Kalau bicara poros ketiga, hemat saya harus lihat Partai Demokrat karena Demokrat adalah partai yang paling besar di antara tiga partai yang ada (PAN, PKB, Demokrat). Jadi, Demokrat menentukan arah koalisi," ujar Qodari pada diskusi media bertema Peta Politik Indonesia: Kiprah ICMI dalam Tahun Politik 2018, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).

Jika membahas Demokrat, kata dia, sosok yang menjadi sorotan adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Qodari mengasumsikan, jika AHY dijadikan sebagai calon presiden di poros ketiga, maka hal itu akan memunculkan pertanyaan apakah Muhaimin Iskandar dari PKB dan Zulkifli Hasan dari PAN bersedia menerima kesepakatan tersebut.

"Katakanlah Muhaimin mau, tapi Zulkifli Hasan mau nggak mendukung pasangan AHY-Muhaimin? Atau misalnya AHY-Zulkifli Hasan, mau enggak Muhaimin mendukung? Agak susah," ujar Qodari seperti dikutip dari Kompas.com.

Baca: Jokowi-Prabowo Tanding Ulang Capres 2019

Hal inilah yang membuat pencalonan Agus sebagai capres pada poros ketiga agak rumit.

Berita Rekomendasi

Qodari juga mengasumsikan, apabila dimasukkan nama mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai capres, maka Demokrat akan tetap mengutamakan AHY sebagai pendamping.

"Enggak mungkin (AHY) dilepas sama SBY, enggak mungkin Pak SBY mendukung Gatot jadi capres terus wakilnya Muhaimin atau Zulkifli Hasan," kata Qodari.

Jika Gatot-AHY diasumsikan menjadi pasangan dari koalisi poros ketiga, Qodari menilai hal itu akan menimbulkan potensi penolakan dari PKB dan PAN.

"Berarti kalau Gatot-Agus, itu kan militer-militer. Ya mau enggak itu Gatot-Agus kemudian didukung Muhamin dan Zulkifli Hasan?" ujarnya.

Risiko lain, kata dia, jika hasil survei elektabilitas komposisi calon poros ketiga cenderung kecil, hal itu akan membuat PKB dan PAN bisa berpaling ke koalisi pendukung Jokowi atau pendukung Prabowo.

Baca: Keluarga Tak Ingin Baasyir Dipenjara, Maunya Dirawat di Rumah Saja

Qodari pun berkaca kepada koalisi poros ketiga pada Pilpres 2009.

Menurut dia, koalisi poros ketiga pada Pilpres 2009 cenderung lebih sederhana, dikarenakan komposisi koalisi pada waktu itu hanya terdiri dari dua partai, yakni Golkar dan Hanura.

"Pak JK Ketua Golkar, Pak Wiranto Ketua Hanura dan dua partai ini bergabung sudah memenuhi persyaratannya (mengusung capres-cawapres)," kata Qodari.

Hal itulah yang tidak ia lihat pada pilpres 2019 nanti. Sebab, tidak ada faktor kesederhanaan komposisi parpol dan pimpinan parpol.

"Jadi mempertemukan tiga partai dengan tiga pimpinan dengan aspirasi yang berbeda ini yang membuat kesulitan," ujarnya.

Selain itu, koalisi poros ketiga akan sulit terwujud pada 2019, apabila setiap partai memiliki ambisi yang kuat dan kalkulasi politik yang rumit.

Baca: Sebut 90 Persen Kepala Daerah Petahana Diduga Korupsi, Agus Rahardjo Dianggap Belum Matang

Agustus 2018 adalah masa pendaftaran capres dan cawapres.

Sebelumnya, AHY mengatakan, ide pembentukan poros ketiga pada Pilpres 2019, masih terlalu dini dibicarakan saat ini.

"Saya mengikuti berbagai percakapan di warung-warung kopi, termasuk oleh para pengamat, apakah menjadi sebuah alternatif ketika hadir poros ketiga? Sekali lagi, terlalu dini untuk ditentukan hari ini," ujar Agus saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (6/3/2018).

AHY mengaku, dirinya kesulitan memprediksi apakah poros ketiga tersebut benar-benar akan terwujud.

Pasalnya, dinamika politik di Indonesia saat ini sangat cair dan dinamis sehingga sulit diprediksi ke mana arah sejumlah partai politik peserta Pemilu 2019.

"Cairnya dan dinamisnya politik hari ini menyulitkan kita menentukan secara kondusif terhadap sesuatu yang masih mungkin terjadi empat bulan ke depan (pendaftaran pasangan capres dan cawapres)," kata Komandan Satgas Bersama Pemenangan Pilkada dan Pemilu 2019 Partai Demokrat itu.

Baca: Aminuddin Tertarik Ikut Umrah PT First Travel Gara-gara Syahrini

Namun, bukan berarti poros ketiga tersebut tak mungkin terjadi. Partai Demokrat terbuka atas kemungkinan yang ada.

AHY menambahkan, jika ada partai politik yang bersepakat soal dibentuknya poros ketiga di luar Jokowi dan Prabowo, maka hal itu akan terwujud.

"Tinggal apakah ada kompromi, ada konsensus dari partai politik yang mengatakan, berada di poros satu, poros dua atau membangun poros ketiga. Saya yakin ini masih terus dihitung oleh partai politik pemilu 2019, termasuk yang telah memberikan dukungan secara bulat kepada tokoh-tokoh tertentu, demikian juga kami, Demokrat," ujar AHY. (kps/rin)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas