Jaksa KPK Tolak Permohonan 'Justice Collaborator' Setya Novanto
Jaksa menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi e-KTP.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyatakan menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi e-KTP.
"Penuntut umum berkesimpulan terdakwa belum memenuhi kualifikasi JC. Penuntut umum belum bisa menerima permohonan terdakwa," ujar Jaksa KPK, Abdul Basir, Kamis (29/3/2018) saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Masih menurut Basir, Setya Novanto belum memenuhi persyaratan utama dalam menyandang gelar JC atau saksi pelaku yang bekerjasama dengan penyidik atau jaksa penuntut umum dalam mengungkap kasus tertentu.
Namun demikian, lanjut Basir apabila dikemudian hari Setya Novanto dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh perundang-undangan, maka penuntut umum akan mempertimbangkan kembali JC Setya Novanto.
"Meski tidak memberikan JC, namun jaksa menyatakan dalam memutuskan tuntutan pidana telah melakukan pertimbangan yang komprehensif," tambah Basir.
Baca: Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara, Deisti Teteskan Air Mata
Diketahui di sidang hari ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK. Selain pidana penjara, Setya Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
"Menuntut agar majelis hakim Pengadilan Tipikor memutuskan menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," kata jaksa KPK, Abdul Basir saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor.
Selain itu, jaksa juga menjatuhkan pidana tambahan membayar USD 7,435 juta dikurangi uang Rp 5 miliar yang telah dikembalikan melalui rekening Komisi Pemberantasan Korupsi selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut tidak membayar uang pengganti, maka harta benda terdakwa akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk selanjutnya menjadi milik negara.
"Apabila harta benda tidak mencukupi untuk membayar, maka diganti dengan pidana selama tiga tahun. Menjatuhkan pula pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun," ujar jaksa.
Dalam merumuskan tuntutan, jaksa juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Hal yang memberatkan ialah perbuatan Setya Novanto tidak mendukung program pemerintah, perbuatannya menimbulkan kerugian negara serta tidak koperatif dalam penyidikan dan persidangan.
Sementara itu hal yang meringankan ialah Setya Novanto belum pernah dihukum sebelumnya dan berlaku sopan selama menjalani persidangan.
Dalam persidangan, jaksa KPK berpendangan Setya novanto terbukti secara sah dan meyakini ikut terlibat dalam pengondisian proyek e-KTP.
Mantan Ketua Umum Golkar ini dinilai telah menyalahgunakan wewenang sebagai penyelenggara negara untuk mengkondisikan proyek e-KTP.
Setya Novanto juga terbukti menerima uang proyek e-KTP sebesar 7,3 juta Dollar AS. Yang bersangkutan dinilai menggunakan Made Oka dan Irvanto sebagai perpanjangan tangan untuk menerima uang e-KTP.
Selain itu, Setya Novanto juga terbukti secara sah dan meyakinkan menerima jam Richard Mille seharga Rp 1,3 miliar yang berasal dari Johanes Marliem.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.