Perawat Sebut Setya Novanto Teriak Minta Diperban
Lalu tiba-tiba timbul benjolan, dua benjolan di dahi sebesar kuku saya lebarnya. Saya tanya juga ke dokter Bimanes, dok kok ada benjolan.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tindakan medis yang dilakukan para dokter dan perawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau saat merawat pasien Setya Novanto yang diagnosis awal disebut menderita hipertensi dan vertigo.
Namun ternyata minta dibuat surat keterangan kecelakaan mobil, terkuak dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dua saksi yang dihadirkan oleh Jaksa hari ini, Senin (2/4/2018) yaitu Indri Astuti dan Nurul Rahmah Nuari menceritakan detail tindakan apa saja yang mereka berikan saat merawat Setya Novanto di kamar 323, lantai 3 ruang VIP rumah sakit tersebut.
Di sidang kali ini, mereka menjadi saksi bagi terdakwa dokter Bimanesh dalam kasus dugaan merintangi penyidikan e-KTP pada Setya Novanto.
"Pasien datang benar-benar rapet tertutup selimut biru, mukanya hanya keliatan dikit. Di ruangan, pasien diam saja, merem. Saya instruksikan untuk diangkat dari brancar ke tempat tidur. Seprei digunakan untuk mengangkat. Saya dan Nurul bagian kepala, lalu driver Roni dan sekurity di bagian kaki," kata saksi Indri menceritakan saat Setya Novanto dirawat di VIP.
Baca: Soal Elite Maling, Demokrat: Jangan Menggeneralisasi
Lanjut menurut Idri, driver dan sekurity keluar meninggalkan ruangan. Lalu dokter Bimanesh masuk memeriksa pasien. Saat itu, karena pasien lemas, dokter Bimanesh memerintahkan untuk dipasang oksigen.
"Di ruang VIP tidak ada alat medis, jadi Nurul yang ambil oksigen di ruang perawatan. Saat dokter Bimanes periksa pasien memang ada luka-luka besetan di tangan kiri, siku dan dahi. Saya ganti selimut pasien tapi baju pasien belum diganti," tutur Indri.
Masih menurut Indri, selesai memeriksa Setya Novanto, dokter Bimanesh keluar ruangan. Beriringan Indri mengikuti dari belakang. Kala itu, dokter Bimanes memerintahkan Indri agar infus tidak dipasang, melainkan hanya ditempel di tangan Setya Novanto.
Merespon perintah itu, Indri mengaku kaget namun dia tidak mengindahkan perintah dokter Bimanesh.
Indri lanjut mengambil alat rekam jantung dan memeriksa jantung Setya Novanto.
"Saya masuk lagi ke ruangan, saya minta izin, pak kancing bajunya saya buka ya. Saya mau rekam jantung, bapak itu (Setya Novanto) diam saja, matanya masih merem. Saya tanya lagi, bajunya sekalian diganti pak? Dia diam saja, ya sudah saya kancing lagi bajunya," kata Indri.
Kemudian hasil rekam jantung diserahkan Indri ke dokter Bimanesh. Indri lanjut mengambil tensi, diikuti dokter Bimanesh.
Di dalam ruangan, dokter Bimanesh mengambil alih alat tensi dan mengatakan pada Setya Novanto, tensinya 180 per 110. Masih sama, Setya Novanto tidak merespon.
"Lalu tiba-tiba timbul benjolan, dua benjolan di dahi sebesar kuku saya lebarnya. Saya tanya juga ke dokter Bimanes, dok kok ada benjolan. Dokter Bimanes jawab, iya tadi tidak ada, sekarang ada. Pasien tetap diam saja," ujar Indri.
"Dokter Bimanesh keluar kamar, saya juga ikut. Belum sampai saya keluar kamar, pasien (Setya Novanto) berteriak. Dia bilang : kapan saya diperban. Saya kaget, refleks langsung balik badan. Kok nada suaranya begitu, agak membentak. Saya jawab : tunggu sebentar pak," kata Indri.