Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perlu Adanya Revisi UU tentang Pendidikan Kedokteran

Kunjungan Kerja Badan Legislasi DPR RI ke Jawa Timur mendapat aspirasi untuk merevisi UU No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran

Editor: Content Writer
zoom-in Perlu Adanya Revisi UU tentang Pendidikan Kedokteran
dok. DPR RI

Kunjungan Kerja Badan Legislasi DPR RI dalam rangka pemantauan dan peninjauan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran ke Provinsi Jawa Timur mendapat aspirasi untuk merevisi UU tersebut. Kompetensi dokter dan lamanya pendidikan untuk menjadi dokter, menjadi salah satu poin yang diminta untuk direvisi.

Demikian terungkap saat pertemuan antara Baleg DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Baleg DPR RI M. Sarmuji dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur, civitas academica Universitas Airlangga, Universitas Surabaya, Universitas Wijaya Kusuma, Universitas Hang Tuah Surabaya, Forkopimda, serta perwakilan dari TNI dan Polri di Kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya, Kamis (5/4/2018).

Sarmuji mengaku sepakat dengan usulan revisi terkait perbaikan dalam sektor pelayanan, dengan menambahkan kurikulum etika dan komunikasi dalam pendidikan kedokteran. Ia menjelaskan, keluhan dari masyarakat selama ini adalah masalah pelayanan dan komunikasi dokter di Indonesia yang dianggap kurang, dibandingkan pelayanan dokter rumah sakit di luar negeri. Akibatnya, banyak orang Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri.

“Ini bukan persoalan kualitas dokter di Indonesia yang kurang. Tapi karena pelayanan, etika dan cara berkomunikasi yang harus diperbaiki. Dengan adanya usulan itu, membuat Baleg semakin kuat untuk merevisi UU Nomor 20 Tahun 2013, karena ini salah satu undang-undang yang penting dan strategis untuk melindungi masyarakat dengan pelayanan dokter yang berkualitas,” jelas Sarmuji.

Menyinggung banyaknya pelajar yang memilih sekolah kedokteran di luar negri, politisi F-PG itu berpendapat, dari sisi kualitas pendidikan, di Indonesia relatif berimbang dengan luar negeri. “Masalahnya ada di pasca pendidikan. Begitupun penggunaan teknologi, di Indonesia perlu ada peningkatan agar bisa masif seperti di luar negeri,” tegas Sarmuji.

Dalam kesempatan itu, perwakilan civitas academica meminta agar UU Nomor 20 Tahun 2013 tersebut ditinjau ulang. Mereka sepakat kompetensi dari sisi pelayanan dokter kepada masyarakat ditingkatkan. Namun mereka keberatan dengan lamanya pendidikan, dan mengusulkan tidak ada penambahan pendidikan selama 2-3 tahun untuk menjadi dokter layanan primer. Menurut mereka, karena untuk menjadi dokter sudah menempuh pendidikan akademis yang cukup lama panjang. (*)

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas