Tangkal Radikalisasi, SAS Institute Temui Kapolri
Organisasi seperti SAS Institute bisa melakukan kerja sama dalam program itu.
Editor: Ferdinand Waskita
Organisasi seperti SAS Institute bisa melakukan kerja sama dalam program itu.
Dalam pertemuan itu pula, Imdadun mengatakan persoalan intoleransi dan radikalisasi masih menjadi tantangan.
Tindakan berupa kekerasan, gangguan, intimidasi dan provokasi kebencian terhadap kelompok dan golongan lain terutama kelompok minoritas masih sering terjadi.
"Demikian juga radikalisasi, proses penyebaran pemikiran dan ideologi yang menoleransi bahkan menganjurkan kekerasan terus berlangsung. Rekruitmen dan pembentukan sel-sel pelaku kekerasan dan teroris semakin sulit dibendung," kata Imdadun.
Imdadun menuturkan radikalisasi menemukan momentumnya ketika arus informasi demikian deras.
Pemikiran dan ideologi radikal, kata Imdadun, dengan bebas masuk ke masyarakat mangubah cara berfikir mereka yang semula cinta damai dan toleran.
"Apalagi masih banyak aktor-aktor dan organisasi yang sengaja menyebarkan informasi semacam itu melalui media yang ada terutama media online dan media sosial," imbuhnya.
Said Aqil Siroj Institute, sebagai sebuah gerakan masyarakat sipil yang fokus pada isu Islam Nusantara, perdamaian dan toleransi merasa perlu bergandeng tangan dengan Kepolisian Republik Indonesia menangkal intoleransi dan radikalisasi.