Moeldoko: Perlu Kesadaran Baru dalam Memandang Kaum Difabel
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berharap, sebagai bangsa harus bahu-membahu untuk bangkit mengatasi berbagai persoalan bangsa
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, MATARAM – Di antara berbagai isu politik yang tengah hangat belakangan, Kantor Staf Presiden menunjukkan kepeduliannya pada isu pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
Pada Kamis, (26/4/2018), Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko hadir dan menjadi pembicara kunci dalam diskusi publik bertema “Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Disabilitas” di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Moeldoko memaparkan, selama ini cara pandang dan pendekatan masyarakat, termasuk pemerintah, terhadap penyandang disabiltas cenderung menggunakan pendekatan bantuan atas dasar belas kasihan. Cara pandang dan pendekatan seperti ini menempatkan penyandang disabilitas sebagai objek belas kasihan.
“Cara pandang dan pendekatan seperti itu terbukti tidak bisa mengangkat harkat dan martabat penyandang disabilitas. Bahkan justru menimbulkan berbagai sikap dan perlakuan yang diskriminatif dalam berbagai aspek kehidupan,” kata Moeldoko dalam keterangan pers yang diterima.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berharap, sebagai bangsa harus bahu-membahu untuk bangkit mengatasi berbagai persoalan bangsa.
Moeldoko berpesan agar 28 juta penyandang disabilitas di Indonesia tak boleh minder. Sebaliknya, mereka harus tampil percaya diri, memiliki semangat, daya juang, semangat belajar, dan kreatif.
“Sudah banyak buktinya penyandang disabilitas memiliki prestasi hebat di berbagai bidang, baik pendidikan, olah raga, musik, ekonomi, dan sebagainya,” kata Panglima TNI 2013-2015 ini.
Pemerintah meyakini bahwa Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas merupakan mandat bagi Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas dengan kebutuhan khusus.
Moeldoko memaparkan, UU Nomor 8 tahun 2016 adalah hasil penyesuaian dari UNCRPD (The United Convention on the Rights of Persons with Disabilities) oleh PBB pada tahun 2006.
“Artinya, dimensi kebutuhan khusus dan perlakuan khusus adalah satu hal yang menjadi roh dari UNCRPD dan UU No. 8/2016,” tegas mantan Wakil Gubernur Lemhanas ini.
Dimensi untuk kaum dengan kebutuhan khusus dipandang Moeldoko sebagai esensi yang sangat penting, karena adanya stigma mengenai kaum disabilitas menyebabkan terjadinya diskriminasi pada mereka.
Moeldoko juga menyampaikan bahwa pemerintah terus berusaha membangun kesadaran kritis di antara masyarakat bahwa disabilitas adalah sebuah keragaman manusia yang tidak bisa disembunyikan ataupun diingkari.
“Keberadaan dan hak-hak mereka harus dihormati, dilindungi, dan dimajukan oleh Negara,” tekannya lagi.
Dorong Pengesahan 8 Peraturan Pemerintah