Responsif Gender Harus Dikedepankan Dalam Penanganan Bencana
Alarm berbunyi, lampu tanda keselamatan menyala, lampu penerang di seluruh pun ruangan mati seketika.
Penulis: Yanuar Nurcholis Majid
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Nurcholis Majid
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Duaarrrr!!! Tiba-tiba terdengar suara dentuman disusul kepulan asap dari lantai lima Gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Jakarta Pusat, Kamis (26/4/2018).
Alarm berbunyi, lampu tanda keselamatan menyala, lampu penerang di seluruh pun ruangan mati seketika.
Tak lama berselang terdengar suara seseorang mengumumkan jika gedung Kementerian PPPA terbakar dengan menggunakan alat pengeras suara.
Seluruh pegawai pun dihimbau untuk segera mengevakuasi diri.
Suasana lantai perkantoran yang biasanya hening karena seluruh pegawai sibuk bekerja, seketika berubah menjadi semrawut.
Orang-orang berlomba-lomba turun menggunakan tangga darurat untuk menyelamatkan diri.
Namun tenang, itu hanya gambaran simulasi kesiapsiagaan bencana yang dilakukan Kementerian PPPA dalam rangka Hari Kesiapsiagaan Bencana yang diperingati pada 26 April hari ini.
“Himbauan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengadakan simulasi evakuasi bencana secara serentak di seluruh Indonesia dilakukan Kementerian PPPA sebagai bentuk partisipasi dan tindakan preventif jika sewaktu-waktu terjadi bencana,"
ujar Kepala Biro Umum dan SDM Kementerian PPPA, Prijadi Santosa usai mengikuti simulasi evakuasi bencana di Gedung Kementerian PPPA, Jakarta, Kamis (26/4).
"Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Hal ini juga diharapkan dapat mengunggah kesadaran, meningkatkan kewaspadaan, dan kesiapsiagaan seluruh pegawai dan karyawan di lingkungan Kementerian PPPA,” sambung Prijadi.
Prijadi menambahkan kegiatan simulasi ini sangat baik dilakukan untuk mengetahui kesiapan seluruh aspek yang ada di Kementerian PPPA.
Mulai dari pegawai dan karyawan, sarana dan prasarana gedung, tim keamanan dan efektivitas waktu untuk mengevakuasi seluruh pegawai dan karyawan agar selamat sampai di titik kumpul.
"Dari hasil simulasi, Kementerian PPPA membutuhkan waktu 13 menit 50 detik untuk menyelamatkan seluruh orang yang hadir di kantor pada hari ini. Catatan waktu ini masih dinilai ideal mengingat Gedung Kemen PPPA memiliki 11 lantai dan waktu yang dicapai masih di bawah 15 menit," ujar Prijadi.
"Dalam simulasi ini, kami memisahkan jalur evakuasi antara perempuan dan laki-laki serta melakukan evakuasi dengan mengutamakan kelompok rentan, seperti ibu hamil, lansia, disabilitas, dan anak-anak,” sambung Prijadi.
Sementara itu, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus, Nyimas Aliah menegaskan seharusnya seluruh gedung, baik itu pemerintahan maupun swasta harus memiliki sarana dan prasarana evakuasi atau penyelamatan yang berperspektif gender.
“Saat ini BNPB sudah mengeluarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pengarusutamaan Gender di Bidang Penanggulangan Bencana (Perka BNPB No. 13/2014), namun belum menyentuh aspek pengurangan resiko bencana. Penanggulangan bencana yng responsif gender perlu dilaksanakan untuk memastikan pemenuhan hak dan kebutuhan laki-laki dan perempuan secara adil dan manusiawi," ujar Nyimas Aliah.
Nyimas Aliah mangatakan saat ini pihaknya sedang menyusun Peraturan Menteri PPPA tentang perlindungan perempuan dari kekerasan berbasis gender di pengungsian.
Hal ini diperlukan mengingat dalam situasi bencana, perempuan dan kelompok rentan lain rawan sekali mengalami kekerasan dan pelecehan, seperti dibentak atau disentuh salah satu bagian tubuhnya.
Pun begitu ketika berada di pengungsian, sarana dan prasarana yang ada justru memiliki potensi terjadinya kekerasan dan pelecehan, seperti toilet yang tidak memiliki pintu.
"Oleh karena itu, saya berharap Kementerian PPPA dapat menjadi contoh bagi evakuasi atau penanganan bencana yang responsif gender,” tutup Nyimas Aliah.