Wakil Ketua Umum Gerindra Sebut Tunggu Rekomendasa Panja TKA Dilaksanakan Kelamaan
Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menganggap Pansus Hak Angket Perpres Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak perlu dibentuk.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf menganggap Pansus Hak Angket Perpres Tenaga Kerja Asing (TKA) tidak perlu dibentuk.
Alasannya, pihaknya memberi waktu kepada Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) melaksanakan rekomendasi Panja TKA tahun 2016 dengan membentuk tim pengawas TKA di daerah.
Namun, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono mengatakan terlalu lama jika menunggu Kemenaker melaksanakan rekomendasi panja tersebut.
Baca: Istri Sebut Setya Novanto Tidak Mau Makan Usai Divonis 15 Tahun Penjara
"Pansus harus jalan karena rekomendasi panja suda
Baca: Diganti Budi Waseso, Djarot Kusumayakti Ingin Nikmati Ramadhan Bersama Keluarga
h terlalu lama tidak dijalankan. Masak Panja sejak 2016 tidak dilaksanakan, kelamaan, masalahnya sudah terlanjur membesar dan harus diambil alih Pansus,” ungkap Ferry ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (27/4/2018).
Ferry ikut dalam dimulainya penghimpunan tanda tangan dukungan Pansus Hak Angket Perpres No 20 Tahun 2018 mengenai penggunaan TKA bersama Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra M Syafii, dan Ketua KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) Said Iqbal.
Baca: Tidur di Dalam Mobil, Seorang Pria di Tangerang Tewas, Diduga Keracunan Gas
Ferry bahkan mengklaim dukungan kepada Pansus itu sudah memenuhi syarat minimal dukungan yaitu minimal 2 Fraksi yaitu Gerindra dan PKS serta minimal 25 anggota DPR RI.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Gerindra Ahmad Riza Patria setuju bahwa Pansus tetap harus dijalankan tanpa harus menunggu Kemenaker menjalankan rekomendasi Panja TKA 2016.
“Saya belum lihat, karena ini masa reses dan kemarin saya sedang di luar kota. Tapi Pansus memang harus tetap jalan, karena di situ kita bisa berdebat untuk buktikan fakta di lapangan bahwa banyak TKA yang bekerja kasar di Indonesia, ada yang jadi supir di Sulawesi dan jadi petani cabai di Bogor.”
“Masalahnya bukan hanya penyederhanaan tapi tenaga kerja asing kasar membanjiri Indonesia. Dikhawatirkan Perpres ini seperti menggelar karpet merah untuk TKA karena tanpa Perpres saja sudah mudah apalagi dengan Perpres ini,” katanya.