Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tim Kuasa Hukum Alnoldy Bahari Kecam Putusan Hakim Pengadilan Negeri Pandeglang

Kuasa hukum Alnodly Bahari, korban persekusi di kampung Gadog, dinilai mengecam keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Pandeglang.

Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Tim Kuasa Hukum Alnoldy Bahari Kecam Putusan Hakim Pengadilan Negeri Pandeglang
Tribun Timur/Edi Sumardi
Ilustrasi ruang sidang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Alnodly Bahari, korban persekusi di kampung Gadog, dinilai mengecam keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Pandeglang yang diketuai Kony Hartanto.

Diketahui, Alnodly Bahari divonis pidana penjara lima tahun dan denda 100 juta rupiah.

Putusan tersebut dijatuhan kepada Alnoldy atas dakwaan Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 UU ITE.

Tim kuasa hukum Alnodly Bahari, Pratiwi Febry mengatkan sepanjang berlakunya UU ITE dan kasus-kasus berdasarkan pasal SARA UU ITE, pidana yang dijatuhkan kepada Alnoldy adalah pidana kedua terberat yang pernah ada sepanjang sejarah, setelah putusan pidana 6 tahun penjara dan denda 500 juta rupiah terhadap Sandy Hartono di Pontianak pada 2011.

Baca: Wapres: Rekaman Menteri BUMN-Dirut PLN Bukan Soal Fee

Menurutnya kesesatan majelis hakim ditunjukkan melalui putusan majelis hakim yang sama sekali tidak memasukkan fakta persidangan dengan utuh, sebagaimana yang terungkap di muka persidangan.

Pembelokan dan penambahan fakta persidangan oleh Majelis Hakim pun terjadi.

Berita Rekomendasi

Dengan demikian dapat disimpulkan Majelis Hakim telah melakukan rekayasa fakta persidangan.

Majelis hakim juga hanya menggunakan keterangan para saksi dan ahli yang memberatkan Terdakwa untuk membangun fakta sehingga berujung pada peristiwa dan analisis hukum yang sesat.

Baca: Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Jaminan Produk Halal Masuk Tahap Finalisasi

Majelis Hakim bukannya melakukan analisis unsur pidana dengan menggunakan teori dan doktrin hukum, melainkan memakai analisis bahasa dengan menggunakan penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

"Hal ini jelas menjauhkan keadilan dari Terdakwa pada proses persidangan,” kata tim kuasa hukum Alnodly Bahari, Pratiwi Febry dari LBH Jakarta, dalam keterangannya, Senin (30/4/2018).

Menurut dia, sikap Majelis hakim yang tidak imparsial memang sudah ditunjukkan sejak awal persidangan kasus Alnodly sampai proses pembuktian.

Baca: Ahmad Dhani Akui Gaya Berpakaiannya Terinspirasi Dari Tokoh Pergerakan Tahun 1920

"Kecacatan dalam proses penyelidikan dan penyidikan kembali diabaikan majelis hakim,” ucapnya.

Lanjut dia, pembelaan terdakwa dan penasihat hukum hanya menjadi sisipan dalam putusan majelis hakim tanpa pertimbangan yang jelas dan lengkap.

Kalender persidangan (court calendar) yang tidak pernah disepakati penasihat hukum dijadikan dasar untuk melanggar hak terdakwa dengan melewatkan pengajuan eksepsi terdakwa.

Baca: Tolak Eksepsi Ahmad Dhani, Jaksa Minta Sidang Dilanjutkan

"Permintaan maaf dan sikap kooperatif terdakwa selama persidangan dianggap tidak ada oleh Majelis Hakim,” katanya.

Lanjut dia, pemberatan justru diberikan majelis hakim atas dasar keresahan masyarakat yang tidak jelas wujudnya dan sangat relatif serta tidak tertukur secara hukum.

Alat bukti yang cacat berupa hasil laboratorium forensik yang memeriksa status terdakwa yang berbeda dengan apa yang didakwakan kepada terdakwa tetap digunakan Majelis Hakim sebagai pertimbangan dalam putusannya.

Ketidakhadiran ahli forensik digital di muka persidangan guna menguji orisinalitas dan otentisitas status FB (Facebook) terdakwa pun diabaikan Majelis Hakim.

Double Opzet (unsur kesalahan berlapis) gagal dibuktikan Penuntut Umum dan hal tersebut justru dibenarkan Majelis Hakim.

Penjabaran dan penjelasan terkait kebebasan berekspresi dan berpendapat serta kemerdekaan beragama dan berkeyakinan yang telah dikirimkan dua organisasi masyarakat ELSAM dan ILRC dalam bentuk Amicus Curiae (Sahabat Peradilan) pun diabaikan Majelis Hakim.

Ruangan sidang utama PN Pandeglang disesaki puluhan massa aksi.

Dalam waktu bersamaan massa juga menggelar aksi yang dipenuhi teriakkan dan ancaman.
Mereka menuntut Alnoldy dipidana seberat-beratnya dengan mengatakan, “kita hormati putusan Pengadilan, tapi kalau tidak diputus maksimal 5 (lima) tahun kita siap ganyang”.

Hal ini jelas merupakan pernyataan ancaman kepada Majelis Hakim.

Bahkan beberapa kali pengunjung sidang yang merupakan massa aksi melakukan tindakan-tindakan yang melanggar tata tertib persidangan.

Seperti sidang-sidang sebelumnya majelis hakim mengabaikan dan tidak menegur mereka.

Berdasarkan keseluruhan fakta persidangan tersebut, Tim Kuasa Hukum menyatakan mengecam putusan Majelis Hakim PN Pandeglang atas nama Terdakwa Alnodly Bahari.

"Kami meminta Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung untuk memeriksa ketiga Hakim dalam perkara Alnodly Bahari,” katanya.

Selain itu, pihanya pun meminta Komisi Kejaksaan untuk memroses laporan yang telah dimasukan pihaknya atas delapan orang Penuntut Umum yang telah memroses perkara tersebut dengan penuh kesesatan dan kecacatan.

"Kepada Komisi Kepolisian Nasional, kami juga meminta untuk segera memroses oknum-oknum serta Pejabat Kepolisian yang telah bertindak melanggar SE Kapolri tentang Penanganan Hatespeech (Ujaran kebencian) dengan mengabaikan perdamaian yang telah terjadi antara masyarakat Kampung Gadog dengan Alnoldy dan isterinya, serta terus menaikkan perkara ini sehingga terjadinya eskalasi konflik di tengah masyarakat,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas