Jusuf Kalla: Tidak Ada Aturan yang Dilanggar dalam Isi Percakapan Rini dan Sofyan Basyir
Rini dianggap bertanggungjawan atas kontrak JICT antara Pelindo II dengan HPH yang diduga menguntungkan asing dan merugikan negara.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden, Jusuf Kalla meyakini percakapan antara Menteri BUMN Rini Soemarno dan Dirut PLN Sofyan Basri yang tengah beredar di masyarakat tidak menyalahi aturan.
Kalla mengaku mengerti betul mengenai maksud dari percakapan tersebut yang membahas pengelolaan public private partnership secara baik. Bukan mengenai 'bagi-bagi jatah'.
"Saya mengerti betul itu bukan soal fee. Itu soal bagaimana public private partnership dikelola secara baik," ujarnya di Istana Wapres, Jakarta, Senin (30/4).
Nama kakak Rini, Ari Soemarno yang disebut dalam percakapan tersebut, lanjut JK, merupakan ahli gas alam yang dilibatkan dalam proyek pembangunan terminal penerimaan gas alam cair (LNG) Bojanegara, Cilegon, Banten.
"Waktu itu dia menjadi ahli yang memang diajak jadi tim ahli. Proyek itu mulai 2013. Saya belum jadi wapres. Bu Rini juga belum menjadi menteri," lanjutnya.
Baca: Kaos #2019GantiPresiden Sangat Viral, Ahmad Dhani Siap Safari ke Daerah
Baca: Selain Unjuk Rasa, Buruh Gelar Pentas Budaya Saat Peringatan May Day
Mantan sekretaris kementerian BUMN, Said Didu menjelaskan, tidak secara serta merta pembicaraan yang membawa nama Ari Soemarno merupakan hal yang salah dan diasosiasikan dengan hubungan dengan menteri Rini.
Bukan tidak mungkin, kata Said, pembicaraan justru menguntungkan pemerintah Indonesia, terlebih nama Ari sejauh ini memiliki rekam jejak yang baik-baik saja. Tidak terkecuali ketika dia memimpin Petral.
"Toh Ari kan sejauh ini tidak pernah ada masalah. Dia pernah memimpin Petral, tapi kan tidak aneh-aneh. Tidak selamanya, menurut saya, itu soal pembagian untuk keuntungan pribadi atau keluarga. Bisa jadi, pembicaraan itu menguntungkan pemerintah Indonesia," tandasnya.
Justru, kata dia, akan jauh lebih baik mengungkap siapa dalang yang memiliki rekaman itu dan membocorkannya. Setidaknya, hanya terdapat tiga pihak yang memiliki rekaman itu.
Pihak di antara Rini atau Sofyan, pihak dalam pemerintah, atau mereka yang melakukan penyadapan secara ilegal.
"Jika ada pihak yang melakukan penyadapan secara ilegal ini yang menandakan Indonesia dalam bahaya. Menteri bisa disadap, ini bahaya sekali," tegasnya.
Dirinya mendukung langkah yang akan dilakukan Rini untuk melaporkan hal itu kepada kepolisian. Begitu juga dengan langkah Sofyan Basir.
Jika perlu, kata dia, Rini juga menjabarkan maksud dari rekaman itu seutuhnya. Sehingga tidak terkesan ada menutup-nutupi.
"Ya sekalian saja buka semuanya. Bu Rini juga harusnya bisa mengungkapkan kepada masyarakat apa yang sebenarnya sedang dibahas dalam percakapan itu," tandas Said.
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahamd Muzani meminta Komisi VI memanggil menteri BUMN Rini Soemarno untuk meminta klarifkasi soal rekaman percakapannya dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basyir.
Rekaman yang diduga membicarakan bagi-bagi kue investasi proyek penyediaan energi antara PLN dan Pertamina tersebut menjadi viral di media sosial.
"Sebaiknya menurut saya dikonfirmasi terkait kebenaran hal tersebut. menurut saya dipanggil karena ini menurut saya jadi sesuatu yang tidak baik," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, (30/4/2018).
Muzani mengatakan selama ini Rini Soemarno diboikot oleh DPR dalam setiap rapat kerja, namun untuk kasus ini menurutnya sebaiknya menteri BUMN itu dipanggil.
Muzani mengatakan diboikotnya Rini Soemarno menyebabkan ia bekerja tanpa kontrol. Sehingga muncul perkara percakapannya dengan Dirut PLN.
"Sehingga akhirnya yang terjadi sekarang ini percakapan-percakapan. apa benar atau tidak tentu harus dikonfirmasi kan apakah itu hoax atau tidak tentu harus dikonfirmasi ke pihak-pihak yang bersangkutan bahwa kalau itu betul ini adalah sebuah skandal," kata dia.
Sebelumnya, Rini diboikot oleh DPR dalam setiap rapat kerja.
Pemboikotan tersebut sebagai konsekuensi hasil pansus rekomendasi Pansus Pelindo II.
Salah satu rekomendasi pansus Pelindo II akhir desember 2015 yakni meminta Presiden mencopot Rini Soemarno.
Rini dianggap bertanggungjawan atas kontrak JICT antara Pelindo II dengan HPH yang diduga menguntungkan asing dan merugikan negara.
Sementara itu percakapan Rini dan dan Dirut PLN yang viral di media diduga membicarakan pembagian komisi antara PLN dan Pertamina.
Dalam percakapan tersebut disebutkan nama Ari yang diduga merupakan Ari Soemarno, kakak dari Rini Soemarno.
Karena itu Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sempat menghimbau kepada Rini untuk tidak mebawa-bawa kepentingan keluarga dalam proyek negara.