Sederhanakan Administrasi, Perpres TKA Dinilai Diskriminatif terhadap WNI
Ombudsman sudah melakukan investigasi terhadap Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan menemukan beberapa maladiministrasi pada pelayanan pemerintah.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA) yang menyederhanakan prosedur administrasi bagi pekerja asing di Indonesia, berpotensi menimbulkan sifat diskriminatif.
Hal itu disampaikan Komisioner Ombudsman RI, La Ode Ida dalam diskusi publik 'Perpres No.20/2018 tentang TKA dan Ekspansi Tenaga Kerja China', di Sekretariat Bersama Gerindra-PKS, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2018).
"Perpres No. 20/2018 bisa dianggap potensial diskriminastif terhadap WNI sendiri. Pemerintah mendiskriminasikan WNU sendiri karena mengutamakan pelayanan prima terhadap tenaga kerja asing itu," ujar La Ode.
Baca: Said Iqbal: Bila Prabowo Jadi Presiden, Menteri Tenaga Kerja Harus Berasal Dari Serikat Buruh
La Ode menggunakan istilah pelayanan prima saat merujuk pada peraturan baru yang memangkas prosedur administrasi menjadi dua hari, sesuai yang tertuang di Perpres TKA pasal 8, 12, dan 13.
"Ini saya pakai istilah Ombudsman saja, pelayanan prima terhadap orang asing. Kenapa? Paling lama dua hari. Bisa bayangkan. Paling lama dipaksa untuk mengesahkan atau memberikan izin dalam dua hari. Lihat saja pasal 8, 12, 13," tambahnya.
Mantan Wakil Ketua DPD dari Sultra itu menilai ketentuan dalam Perpres tersebut mengutamakan pekerja asing dan merampas hak-hak WNI untuk bekerja di tanah airnya sendiri.
"Ini artinya memberikan keistimewaan pada WNA untuk dilayani di Indonesia dan tidak mempedulikan pelayanan terhadap WNI sendiri," tegasnya.
"Ada sesuatu yang paling sensitif di sini, bahwa yang dilayani yang disebutkan oleh mereka mengambil hak rakyat Indonesia. Bagaimana mengambil hak? Orang masih butuh bekerja. Seharusnya mensejahterakan rakyat," imbuhnya.
Sebelumnya, Ombudsman sudah melakukan investigasi terhadap Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan menemukan beberapa maladiministrasi pada pelayanan pemerintah untuk pekerja asing.
Investigasi itu dilakukan pada bulan Juni-Desember 2017 di tujuh provinsi yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, Papua Barat, Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.
La Ode Ida menjadi pembicara di diskusi publik oleh Sekber Gerindra-PKS bersama Ketua umum SPSI Logam Elektronik Mesin Arif Minardi, Mantan Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat dan Ketua Persatuan Pergerakan Andrianto.
Turut hadir Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono dan aktivis Ratna Sarumpaet.