Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Emrus Sihombing: Hilangkan Dikotomi Tua-Muda Dalam Bursa Capres-Cawapres

Munculnya nama-nama yang disebut bakal menjadi capres atau cawapres, hendaknya tidak dilihat dari perbedaan usia tua dan muda.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Emrus Sihombing: Hilangkan Dikotomi Tua-Muda Dalam Bursa Capres-Cawapres
Ist
Dr. Emrus Sihombing 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sistem demokrasi langsung yang kita anut telah membuka peluang dan kesempatan pada semua orang yang dinilai mampu untuk ikut dalam kontestasi politik, baik dalam Pilkada, Pemilu, maupun Pilpres. 

Menjelang pemilihan presiden 2019 mendatang, bursa persaingan baik capres maupun cawapres pun makin terbuka luas. Sejumlah tokoh baik tua  mupun muda terjaring dalam sejumlah survei yang dilakukan lembaga survei. Namun, kita harus menghilangkan dikotomi tokoh tua dan tokoh muda.

“Munculnya nama-nama yang disebut bakal menjadi capres atau cawapres, hendaknya tidak dilihat dari perbedaan usia tua dan muda. Kita harus melihat kemunculan para tokoh-tokoh itu dalam kerangka kompetensi leadership. Jadi apakah dia tokoh yang disebut muda atau tua ataupun senior, bukan masalah,” kata pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Dr. Emrus Sihombing, Kamis (3/5/2018) menanggapi semakin banyaknya tokoh yang muncul dalam bursa capres-cawapres.

Emrus malah mempertanyakan, kepada tokoh muda, apakah sudah punya pengalaman manajerial? Skill ? Leadership Skill?  Jika semua terpenuhi, tak masalah. Meski demikian, bukan berarti tokoh tua juga tak boleh muncul dalam bursa capres-cawapres.

“Yang kita butuhkan adalah tokoh yang memiliki keahlian, kepemimpinan, dan mereka yang mampu merekatkan elemen bangsa yang mulai dicabik-cabik  oleh sekelompok masyarakat. Ini yang sangat penting, bukan soal tua atau muda,” tandas Emrus yang mengajar di pascasarjana Universitas Pelita Harapan ini.

Sederet tokoh yang masuk klasifikasi tua atau senior kata Emrus antara lain Ketau  PBNU Said Aqil Siradj, mantan Ketua Mahkamah Kontitusi, Machfud MD,  Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan juga Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar, Akbar Tandjung.

Sedangkan tokoh yang disebut muda antara lain Ketua umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua umum PKB Muhaimin Iskandar,  Ketua umum PPP, Romahurmuzy, Gubernur NTB,  Zainul Madjdi atau Tuan Guru Bajang, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) untuk Pilkada 2018 dan Pilpres 2019 dari Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

BERITA TERKAIT

Tinggal Memilih

Dengan kemunculan sejumlah tokoh dari kalangan tua dan muda, menurut Emrus, partai politik yang akan mengusung capres-cawapres, tinggal melakukan komunikasi politik untuk mencari dan memilih figur yang tepat yang akan diputuskan baik sebagai capres maupun cawapres.

“Dalam politik, komunikasi, bargaining, dan tawar menawar untuk mendapatkan posisi apa dan mendukung siapa, itu kan hal wajar. Kita harus tumbuhkan smenagat demokrasi yang sudah kita bangun,” ujar Emrus.

Dalam konteks kontestasi pemilihan, Emrus lebih menyarankan agar Pilpres 2019  menampilkan dua pasangan capres-cawapres sehingga demokrasi bisa dilaksanakan dengan baik.

”Jangan dengan satu pasangan saja  yang berarti  akan melawan kotak kosong, atau bahkan tiga pasang atau tiga poros yang hanya akan menghabiskan energi dan biaya. Jadi idealnya dua pasang sudah sangat ideal. Tinggal rakyat yang memilih dan menentukan siapa pemimpin yang diinginkan,” katanya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas