KPK Dianggap Tidak Berani Eksekusi Putusan Praperadilan Penetapan Tersangka Boediono
Selain itu KPK, juga diminta untuk memberikan status tersangka terhadap mantan Wakil Presiden Boediono
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal praperadilan, Effendi Mukhtar, memutuskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melanjutkan kasus skandal Bank Century pada April lalu.
Selain itu KPK, juga diminta untuk memberikan status tersangka terhadap mantan Wakil Presiden Boediono yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, serta beberapa rekannya.
Namun, hingga satu bulan berlalu KPK belum juga menjalani putusan praperadilan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
Pengamat hukum Margarito Kamis menilai KPK tidak memiliki keberanian untuk menjalani putusan praperadilan tersebut. Menurutnya KPK tidak berani menersangkakan sosok Boediono.
"Saya rasa KPK juga gak berani ini. Boediono berat niy. Berat. Dia pernah Menteri keuangan mantan Wapres. Kalau sudah berat, ngeri ini," jelas Margarito kepada wartawan di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/5/2018).
Menurutnya, sudah menjadi hal yang biasa bahwa KPK melakukan tebang pilih.
"KPK tebang pilih sudah biasa, sudah biasa lah. Itu bukan hal yang aneh," ujar Margarito
Baca: Teman Dekat Bomber Surabaya Cerdas Sejak SD Hingga Kuliah, Berubah Usai Menikah
Seperti diketahui, Effendi Mukhtar memutuskan untuk mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait kasus Century.
"Memerintahkan termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang undangan yg berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dan kawan kawan sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya atau melimpahkannya kepada kepolisian dan atau kejaksaan untuk dilanjutkan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," bunyi putusan Hakim Effendi Mukhtar.