Peneliti Terorisme: Perlu Pengawasan Agar Tidak Ada Penyelewengan Dalam Penanggulangan Terorisme
"Untuk itu perlu ada mekanisme pengawasan agar tidak ada penyelewengan di lapangan,"
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Perlu ada mekanisme pengawasan agar tidak ada penyelewengan di lapangan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang baru, Jumat (25/5/2018).
Peneliti terorisme Ridlwan Habib mengatakan definisi terorisme yang menjadi perdebatan sebelumnya akhirnya disepakati.
Definisi itu mencantumkan motif, ideologi politik, dan gangguan keamanan negara.
"Untuk itu perlu ada mekanisme pengawasan agar tidak ada penyelewengan di lapangan," ujar Ridlwan Habib kepada Tribunnews.com, Jumat (25/5/2018).
Baca: UU Terorisme Hasil Revisi Atur Soal Pidana Tambahan Bagi Pelaku yang Libatkan Anak
Kewenangan penyidik dalam menentukan satu kasus masuk kategori terorisme atau tidak menurutnya harus diawasi.
Sehingga dengan adanya undang-undang baru tidak ada penyalahgunaan wewenang dan berujung pada situasi subversif di era Orde Baru.
"Perlu sangat hati hati menentukan motif, apalagi ideologi politik. Terutama di tahun tahun politik seperti ini," ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut.
Baca: Catatan Penting Pemuda Muhammadiyah Setelah UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Disahkan
Ridlwan mencontohkan, satu kegiatan oleh sekelompok orang jika disusupi maka dapat terjebak dalam definisi aksi terorisme.
"Contoh demonstrasi besar di depan istana negara, kalau ada provokator yang melempar molotov, lalu terjadi kerusuhan massal, karena ada unsur ideologi dan motif politik maka bisa dikenakan pasal terorisme, bahaya," jelasnya.
Pasal-pasal lain yang juga krusial untuk diberikan pengawasan adalah pasal yang menjerat persiapan tindak pidana terorisme.
Misalnya, ia mencontohkan, latihan perang.
Baca: Pelajar di Bekasi Tewas Dengan Celuritnya Sendiri, Ini Kronologi Kejadiannya
"Kalau outbound dengan senjata mainan seperti paintball tapi dilakukan oleh kelompok radikal apakah bisa dikatagorikan persiapan terorisme," tegasnya.
Selain itu jeratan untuk tindak pidana korporasi bagi yang terlibat terorisme juga masih memerlukan peraturan turunan.
"Misalnya ada anggota ormas X yang terlibat terorisme, apakah ormasnya langsung otomatis dibekukan, atau bagaimana mekanismenya," ucapnya.
Untuk itu menurutnya, pengawasan operasi penanggulangan terorisme harus melibatkan publik
Dalam Rapat Paripurna DPR RI yang digelar hari ini, RUU Tindak Pidana Terorisme akhirnya disahkan setelah mendengarkan laporan dari Ketua Pansus RUU Terorisme M Syafii dan persetujuan dari seluruh fraksi.
Setidaknya ada 15 substansi penambahan pengaturan dalan RUU tersebut.
Satu diantaranya yakni 'adanya perubahan signifikan terhadap sistematika UU Nomor 15 Tahun 2003, menambah bab pencegahan, bab soal korban, bab kelembagaan, bab pengawasan, kemudian soal peran TNI yang itu semua baru dari Undang-undang sebelumnya'.
Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto pun akhirnya mengetok palu yang menyatakan bahwa RUU tersebut telah disahkan.
Agenda pengesahan itu juga tentunya turut dihadiri oleh Menkumham RI Yasonna Laoly.