RUU Terorisme Atur Kompensasi Bagi Para Korban Terorisme
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan kompensasi bagi para korban diatur
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-undang terorisme nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme telah disahkan dalam rapat paripurna DPR, Jumat, (25/5/2018).
Terdapat sejumlah hukum baru dalam revisi tersebut, salah satunya mengenai kompensasi bagi para korban aksi teror.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan kompensasi bagi para korban diatur karena ada sejumlah kasus yang sampai saat ini kompensasi bagi para korbannya belum tuntas.
"Ini kan keputusan politik kita karena masih banyak di antara teman-teman pansus ke daerah mendengar para korban, ada yang belum terselesaikan, masih ada trauma, itu kita harapkan bisa kita selesaikan," kata Yassona.
Yasonna mengatakan aturan kompensasi bagi para korban tersebut merupakan terobosan. Aturan kompensasi berlaku surut yang artinya berlaku bagi para korban teror sebelum aturan diundangkan.
"Ini teroboson korban juga akan diberikan kompensasi baik orang asing, pokoknya korban terorisme. dan itu juga pengobatannya," pungkasnya.
Adpun bunyi aturan kompensasi bagi para korban yakni:
Pasal 43L (1) Korban langsung yang diakibatkan dari Tindak Pidana Terorisme sebelum Undang-Undang ini mulai berlaku dan belum mendapatkan kompensasi, bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis berhak mendapatkan kompensasi, bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis.
(2) Korban langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan permohonan kompensasi, bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis kepada lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban.
(3) Pengajuan permohonan kompensasi, bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan dilengkapi dengan surat penetapan Korban yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini mulai berlaku.
(5) Pemberian kompensasi bantuan medis, atau rehabilitasi psikososial dan psikologis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban.
(6) Besaran kompensasi kepada Korban dihitung dan ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang pelindungan saksi dan korban setelah mendapatkan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengajuan permohonan serta pelaksanaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.