Selfi LIDA Rindukan Suasana Idul Fitri di Kampung Halaman
Saat Lebaran tiba, lanjutnya, ada tradisi yang selalu diingatnya yakni menyiapkan makanan untuk saudara yang berkunjung
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi Selfiani, 18, Ramadan dan Idul Fitri tahun ini sangat berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pemegang juara pertama Liga Dangdut Indonesia (LIDA) 2018 ini merindukan kampung halaman dan suasana kumpul keluarga yang tidak ia temui di ibukota Jakarta.
"Dulu bisa sahur dan buka puasa bersama ayah ibu dan adik-adik. Kini menjalani puasa di rantau orang, di Jakarta yang jauh dari orang tua dan keluarga," katanya saat ditemui di sela persiapannya tampil di salah satu stasiun televisi di Jakarta, baru-baru ini.
Gadis asal Kabupaten Sopeng, Sulawesi Selatan ini mengaku banyak hal berubah saat ia terpilih menjadi juara LIDA.
Ia harus tinggal dan meniti karier di Jakarta meninggalkan kampung halaman, teman-teman dan keluarganya.
"Yang paling dirindukan dari momen Ramadan adalah masakan buatan ibu dan ngabuburit sama keluarga naik bentor berburu takjil di pasar dekat rumah," katanya.
Saat Lebaran tiba, lanjutnya, ada tradisi yang selalu diingatnya yakni menyiapkan makanan untuk saudara yang berkunjung ke rumah, lalu bersama-sama berziarah ke makam annggota keluarga yang telah meninggal.
"Saat keluarga besar berkumpul biasanya kami bertukar cerita dan mengenang masa kecil. Canda tawa dan cerita-cerita itu yang selalu bikin kangen pulang," tutur sulung dari tiga bersaudara ini.
Selfi adalah anak pasangan Yamma dan Muliati. Mereka hidup sederhana di rumah panggung pinggir jalan raya yang menghubungkan Kabupaten Soppeng dengan Kabupaten Wajo.
Rumah berukuran 6x8 meter ini status kepemilikannya masih milik orang tua dari Muliati dan berdiri di atas tanah milik pemerintah.
Keluarga ini dikaruniai 3 anak yaitu Selfiani (18 tahun), Sulfiyanti (15 tahun) dan Saiful Saputra (5 tahun).
Ayahnya sehari-hari bekerja sebagai penarik bentor (becak motor) dan buruh penebang pohon pisang pada usaha tembakau milik tetangganya.
Muliati membantu meringankan beban keluarganya dengan bekerja sebagai buruh tukang cuci.
Perempuan berkerudung ini adalah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH).