KontraS Sebut Praktik Penyiksaan Paling Banyak Terjadi di Sel Tahanan
"Penyiksaan dilakukan atas dua motif utama, yakni sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan dan sebagai bentuk hukuman."
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat terjadi 130 penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya sepanjang Juni 2017-Mei 2018.
Kepala Divisi Pembelaan HAM KontraS, Arif Nur Fikri mengatakan dari 130 peristiwa itu, pelaku penyiksaan dilakukan oleh Polri, TNI dan Lembaga Pemasyarakatan.
"Penyiksaan dilakukan atas dua motif utama, yakni sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan dan sebagai bentuk hukuman. Motif yang pertama yakni sebagai cara mendapatkan pengakuan lebih banyak diterapkan oleh para pelaku terutama bagi korban untuk kasus kriminalitas," ungkap Arif, dalam konferensi persnya di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/6/2018).
Baca: Kontras Catat Terjadi 130 Kasus Penyiksaan, Pelakunya Didominasi Polri
Selain pelaku dan motif penyiksaan, lokasi penyiksaan menurut Arif tidak mengalami perubahan sejak laporan pertama KonstaS di tahun 2010 silam.
Lokasi penyiksaan paling banyak terjadi di sel tahanan terhadap mereka yang ditahan baik dalam tahapan investigasi maupun dalam menjalani hukuman.
Tempat lain yang menjadi lokasi penyiksaan adalah tempat-tempat tertutup dan tempat publik yang dilakukan secara terbuka seperti pasar, lapangan, dan lainnya.
Baca: Menpan RB Siapkan Sanksi Penurunan Pangkat Hingga Pemecatan Bagi ASN yang Tak Netral Dalam Pilkada
Dimana dari 130 laporan yang masuk, sebanyak 64 peristiwa terjadi di sel tahanan.
Lanjut 38 peristiwa terjadi di tempat publik dan 28 peristiwa terjadi di tempat tertutup.
"Tergantung pada motivasi pelaku, penyiksaan di tempat-tempat itu memberikan efek yang berbeda. Penyiksaan di tempat publik punya fungsi tambahan lain sebagai upaya mengendalikan masyarakat dengan memamerkannya (display) supermasi kekuasaan melalui penyiksaan untuk menebar teror dan mendapatkan kepatuhan warga pada aparat hukum," terang Arif.
Baca: KSAD: TNI Dari Dulu Netral, Kenapa Diragukan Lagi ?
Praktik display penyiksaan di ruang publik lanjut Arif merupakan ciri khas penyiksaan yang dilakukan orde baru sejak pembantaian massal terhadap mereka yang dituduh komunis.
Penyiksaan tidak saja menjadi mekanisme penghukuman melainkan juga sebagai alat untuk mendapatkan kepatuhan dan ketakutan warga pada kekuasaan rezim.
"Pascareformasi, motif demikian masih diterapkan terutama di wilayah yang terdapat kelompok yang dilabelkan sebagai penganggu seperti sparatis. Ini terjadi di acerh era tahun 2000-2004 dan Papua sampai hari ini," katanya.