Tiga Mantan Pimpinan BPPN Jadi Saksi Dalam Sidang Kasus BLBI
"Saksi Bambang, bapak kan sudah dua kali dipanggil jadi saksi. Sementara ini keterangan bapak sudah cukup, jadi bisa pulang,"
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/6/2018) kembali menyidangkan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT), mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dalam sidang kali ini, Jaksa KPK menghadirkan tiga saksi yang merupakan mantan pimpinan BPPN.
Mereka yakni Bambang Subianto, mantan menteri keuangan tahun 1998, dan mantan Ketua BPPN.
Baca: Istri dan Anak Dampingi Fredrich Hadapi Sidang Vonis
Dua saksi lainnya yakni Glenn MS Yusuf, mantan Ketua BPPN dan Farid, wakil ketua BPPN.
Persidangan kasus ini berlangsung lama sejak pagi pukul 10.00 WIB hingga sore hari.
Sekitar pukul 15.30 WIB, sidang diskors oleh hakim ketua Yanto.
Sebelum sidang diskors, Hakim Yanto memperbolehkan saksi Bambang untuk meninggalkan ruang sidang karena keterangannya sudah cukup.
Baca: Hadapi Vonis, Fredrich Yunadi: Mudah-mudahan Ada Keadilan
"Saksi Bambang, bapak kan sudah dua kali dipanggil jadi saksi. Sementara ini keterangan bapak sudah cukup, jadi bisa pulang," kata Yanto.
Merespon itu, Bambang langsung meninggalkan ruang sidang.
Selesai sidang diskors setengah jam untuk salat, kubu kuasa hukum Syafruddin masih akan mencecar dan mengkonfrontir dua saksi yakni Glenn dan Farid.
"Kami masih punya banyak pertanyaan untuk saksi pak Glenn dan Farid," kata kuasa hukum Syafruddin.
Baca: Senyum dan Jempol Fredrich Yunadi Sebelum Jalani Sidang Vonis
Hakim Yanto mengamini, dia mengingatkan pada kubu kuasa hukum untuk tidak menanyakan hal yang sudah pernah ditanya agar sidang tidak memakan waktu lama.
Dalam perkara ini terdakwa Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan SKL BLBI pada Kepala Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Menurut jaksa perbuatan Syafrudin telah memperkara pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim. Keuntungan yang didapat Sjamsul dianggap sebagai kerugian negara.
Syafruddin diduga melakukan penghapusan piutang BDNI pada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira.
Padahal menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piuyang BDNI pada petambak yang akan diserahkan ke BPPN.
Kesalahan ini membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar atau misrepresentasi.
Terlebih Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.