Usman Hamid Sebut Banyak Penegak Hukum Beri Penjelasan Tak Masuk Akal ketika Eksekusi Warga Papua
Penegak hukum sering menyebut tindakan pembunuhan di luar hukum kepada rakyat di Papua sebagai pemberantasan separatisme
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menegaskan penegak hukum di Papua sering menggunakan alasan tak masuk akal saat membenarkan tindakan pembunuhan di luar hukum terhadap masyarakat setempat.
Menurut Usman, penegak hukum sering menyebut tindakan pembunuhan di luar hukum kepada rakyat di Papua sebagai pemberantasan separatisme.
Baca: Tujuh Rekomendasi Amnesty International Indonesia untuk Penanganan Kasus Pelanggaran HAM
Ia menyebut alasan penegak hukum itu gugur lantaran adanya korban anak di bawah umur dalam 69 kasus pembunuhan di luar hukum (unlawful killings) yang tercatat di Papua dalam kurun waktu 8 tahun terakhir.
“Korban anak-anak itu menggugurkan alasan separatisme, 95 korban dari 69 kasus itu, tiga di antaranya merupakan anak di bawah 10 tahun serta 18 korban anak berumur 11-20 tahun,” ujar Usman di kawasan Jakarta Pusat, Senin (2/7/2018).
Menurut catatan Amnesty International Indonesia, korban pembunuhan di luar hukum di Papua yang terbanyak ada di rentang umumr 21-30 tahun yang mencapai 31 korban.
Kemudian, pada rentang usia 31-40 tahun ada 11 korban, usia 41-50 tahun ada 5 korban, di atas 50 tahun ada 5 korban, dan tidak tercatat ada 22 korban.
Catatan lainnya yang menggugurkan alasan separatisme adalah sebagian besar kasus pembunuhan di luar hukum tersebut bukan lah terkait dengan tindakan separatisme dengan tujuan kemerdekaan Papua.
“Sebanyak 41 kasus dari total 69 kasus pembunuhan di luar hukum di Papua tidak terkait aktivitas politik apa pun termasuk isu kemerdekaan atau referendum dan membuat 56 jiwa menjadi korbannya,” ujar Usman Hamid.
Usman memberi detailnya, yaitu sebanyak 15 kasus berupa pemolisian pertemuan non-politis dan gangguang ketertiban umum yang akibatkan 22 korban, sembilan kasus dengan sembilan korban terjadi saat penangkapan tersangka kejahatan, lima kasus berdasarkan pembalasan yang akibatkan tujuh korban serta 12 kejahatan yang dilakukan berdasarkan kelakuan buruk individu dengan korban berjumlah 18.
Baca: Jokowi Resmikan Tiga Pembangkit Listrik Di Wilayah Sulawesi Selatan
Dan Amnesty International Indonesia mencatat hanya 8 kasus pembunuhan di luar hukum dengan 10 korban yang dilakukan saat operasi keamanan dengan tujuan mencegah gerakan separatis.
“Totalnya ada 28 kasus dengan 39 korban, 10 kasus dengan 19 korban terjadi karena pemolisian aksi protes damai dengan tujuan politik serta 10 kasus dengan 10 korban akibat pembunuhan berencana terhadap aktivis pro-kemerdekaan,” pungkasnya.