Soal Polemik PKPU 20/2018, Anwar Budiman: Bangsa Ini Butuh Terobosan Hukum
Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, kata Anwar, KPU memiliki sifat nasional, tetap, dan mandiri atau independen.
Editor: Hasanudin Aco
Nah, kata Anwar, di antara dua kutub pendapat itu perlu terobosan hukum dan pemikiran. Terobosan dimaksud, jelas Anwar, misalnya PKPU No 20/2018 dibiarkan berlaku meskipun tidak dicantumkan Menkum HAM dalam lembaran negara, karena di Pasal 87 UU No 12/2011 ada frasa, “Kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”.
“Bagi pihak-pihak yang merasa tidak puas atau terganggu kepentingannya seperti DPR, bisa mengajukan judicial review (uji materi) PKPU No 20/2018 ke Mahkamah Agung,” terangnya.
Atau sebaliknya, kata Anwar, PKPU No 20/2018 diabaikan, tapi parpol-parpol jangan mengajukan eks-koruptor, bandar narkoba, atau pedofil dalam pendaftaran caleg yang mulai dibuka KPU hari ini, Rabu (4/7/2018) hingga 17 Juli 2018. “Masih banyak orang lain non-eks-koruptor, bandar narkoba dan pedofil yang layak jadi wakil rakyat,” tegasnya.
Memang benar, masih kata Anwar, peraturan di bawahnya tak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya, atau PKPU tak boleh bertentangan dengan UU No 7/2017, seperti juga di UUD 1945 yang mengatur hak asasi manusia (HAM).
“Setiap warga negara berhak melakukan apa pun, tapi perlu diingat ada hak asasi orang lain yang juga tak boleh dilanggar. Artinya, hak asasi seseorang dibatasi hak asasi orang lain. Korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual anak adalah extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) yang jelas-jelas telah merugikan warga negara," ujarnya.
"Kemudian, apa benar dari hati nurani bahwa penjahat tersebut menyesali semua perbuatannya setelah dipenjara? Siapa yang tahu itu semua? Pelaku kejahatan itu jika tidak tertangkap maka sudah pasti akan terus berjalan dan tidak akan pernah ada pikiran untuk menyesali perbuatannya. Jadi, perlu ada terobosan hukum untuk itu,” dia menambahkan.