Ketua Fraksi PKS: Pemerintah Jangan Anggap Enteng Rupiah Anjlok
Jazuli menegaskan kewaspadaan itu penting, untuk menjaga agar tidak berimbas parah pada kondisi ekonomi masyarakat
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengingatkan pemerintah agar waspada dan tidak menganggap enteng anjloknya nilai Rupiah yang menyentuh angka Rp 14.391 terhadap dollar AS.
Jazuli menegaskan kewaspadaan itu penting, untuk menjaga agar tidak berimbas parah pada kondisi ekonomi masyarakat serta menjamin agar subsidi negara kepada rakyat miskin tetap terjaga.
"Pemerintah tidak boleh lagi menganggap enteng pelemahan rupiah yang terjadi saat ini, melalui pernyataan para pejabatnya. Justru Pemerintah harus menunjukkan kewaspadaan yang mendalam. Pemerintah harus memastikan setiap pengeluaran yang terkait kurs dalam kondisi terkendali. Apalagi Asumsi kurs dalam APBN 2018 masih dipertahankan sebesar Rp. 13.400," kata Jazuli kepada wartawan, Rabu (11/7/2018).
Anggota DPR Dapil Banten ini merasa perlu mewarning pemerintah karena kondisi asumsi dan realitas pelemahan rupiah bisa dipastikan akan berdampak terhadap belanja subsidi BBM, listrik serta pembayaran pokok maupun bunga utang yang semakin menumpuk.
"Jika tidak ditangani secara hati-hati, bahaya krisis ekonomi akan siap mengancam kapan saja," kata Jazuli.
Selain itu yang paling penting harus dijaga oleh Pemerintah adalah menjaga stabilitas ekonomi masyarakat.
Menurutnya, pemerintah juga harus lebih hati-hati dan mengantisipasi setiap kebijakan terkait dengan harga.
Diantarannya adalah menaikan harga BBM, tarif tol dan harga pangan, semuanya akan bermuara pada daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat.
"Sayangnya, kebijakan Pemerintah terkait hal tersebut tidak menunjukkan keberpihakan langsung kepada masyarakat karena faktanya pemerintah menaikan harga BBM bersamaan dengan kelangkaan premium di berbagai daerah, menaikkan tarif tol dan harga pangan. Padahal semuanya semakin membebani masyarakat," katanya.
Diketahui pelemahan rupiah terjadi akibat Kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) sedang tidak bersahabat dengan banyak negara berkembang di dunia, termasuk Indonesia.
Hingga akhir tahun 2018 The FED berencana untuk menaikkan suku bunganya hingga empat kali.
Terkait hal tersebut, Jazuli mendorong Bank Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan moneter dan intervensi pasar yang efektif dan tepat sasaran.
Menurutnya, BI telah mengeluarkan kebijakan preventive, front loading dan ahead the curve dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pada Mei lalu.
Selain itu, BI juga diharapkan tetap berada di pasar dan melakukan intervensi di pasar obligasi dan valas.
"BI harus punya timing yang lebih cermat, tepat dan dan cepat, karena BI tidak selalu berada di pasar dalam setiap titik dan waktu. BI harus memastikan bahwa jangan sampai kecepatan pelemahan melebihi kecepatan intervensi BI," katanya.