Kasus Suap Proyek PLTU Riau-1, KPK Sebut Sejumlah Barang Bukti Ada di Kantor Pusat PLN
"Kami perlu melakukan penggeledahan ini karena ada sejumlah bukti yang kami duga berada di kantor PLN dan ruang kerja tersangka EMS tersebut"
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Andi M Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Pusat Perusahaan Listrik Negara (PLN). Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, penggeledahan di kantor pusat PLN merupakan tindak lanjut KPK terhadap kasus suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Riau.
"Kami perlu melakukan penggeledahan ini karena ada sejumlah bukti yang kami duga berada di kantor PLN dan ruang kerja tersangka EMS (Eni Maulatti Saragih) tersebut," papar Febri kepada wartawan, Senin (16/7/2018).
Sampai saat ini, penggeledahan masih berlangsung di kantor pusat PLN. Pasalnya, imbuh Febri, tim penyidik KPK baru tiba di lokasi sekitar pukul 18.00 WIB. Pembedahan ini, sambung Febri, dilakukan dengan hukum acara yang berlaku.
"Ini perlu kita dalami lebih jauh sebenarnya bagaimana proses awal sampai dengan kemarin ketika tangkap tangan dilakukan," kata Febri.
Baca: Jeep Rubicon Tabrak Yamaha Mio di Jalan Layang Arif Rahman Hakin Depok, Korban Luka Parah
Sebelumnya, KPK telah menggeledah rumah Direktur Utama PLN, Sofyan Basri. Namun, Sofyan, sambung Febri, masih dinyatakan sebagai saksi kasus korupsi proyek pembangunan PLTU Riau-1. "Sekarang kami masih fokus pada dua tersangka," kata Febri.
Sabtu (14/7/2018) lalu KPK menduga tersangka kasus suap PLTU Riau-1, Eni Maulatti Saragih (EMS), tidak melakukan perbuatan itu sendirian.
Baca: Ketika Mahasiswa IPB Ajari Emak-emak di Dramaga, Bogor, Budidaya Cacing Tanah
Eni disangkakan melanggar Pasal 55 ayat (1) KUHP yang memiliki kalimat "turut melakukan".
KPK, sambung Febri, akan melakukan pengembangan terhadap pasal tersebut guna melihat pihak-pihak lain mana yang juga melakukan perbuatan ini.
"Tapi kami (KPK) sudah menemukan sejumlah bukti bahwa diduga ini bukan perbuatan satu orang saja. Karena itu, kita gunakan Pasal 54 ayat ke-1 KUHP," papar Febri.
Kemarin, KPK telah menetapkan EMS dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK), Sebagai tersangka kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1. Eni diduga menerima suap sebesar Rp 4,8 miliar atau 2,5% dari nilai proyek pembangunan PLTU Riau I.
Eni disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 13/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Kotjo disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, 11 orang lainnya kini masih diperiksa sebagai saksi oleh KPK di Gedung KPK saat ini. Kotjo dan Eni kini ditahan di rumah tahanan KPK di Kantor KPK.