Rayakan 100 Tahun Seniman Hendra Gunawan, Museum Ciputra Anpreneur Gelar Dua Pameran Bergengsi
Ciputra Artpreneur ungkap beberapa detail terkait 100 Years Hendra Gunawan -A Centenary Celebration, yang diselenggarakan untuk memperingati 100 tahun
Penulis: FX Ismanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com. Fx Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ciputra Artpreneur ungkap beberapa detail terkait 100 Years Hendra Gunawan -A Centenary Celebration, yang diselenggarakan untuk memperingati 100 tahun Hendra Gunawan, salah saru seniman senirupa modern terbaik di Indonesia. Di tahun yang sangat signifikan ini, Ciputra Artpreneur merayakan perjalanan hidup dan karya Hendra Gunawan dengan dua pameran bergengsi yang dimulai pada 4 Agustus di Ciputra Museum dan Ciputra Gallery - Hendra Gunawan: Prisoner of Hope dan Spektrum Hendra Gunawan.
Hadir pada konperensi pers untuk memperingati 100 tahun Hendra Gunawan, diantaranya Ir Ciputra, Rina C Sastrawinata, Agus Dermawan T dan Rifky Effendy, dengan moderator Vivi Yip, Kamis (19/7/2018) berlangsung di Ciputra World, Jakarta.
Hendra Gunawan lahir di Bandung, 11 Juni 1918. Sejak itu namanya tercatat dalam sejarah Indonesia dan dunia kesenian. Hendra merupakan seniman dengan semangat nasionalis yang kental, menjadikan Indonesia sebagai ibu pertiwi yang paling dicintainya Dengan keterlibatannya dalam peperangan demi merebut kemerdekaan, serta tahun-tahun pahit yang dijalani di balikjeruji besi dari 1965 sampai 1978, nama Hendra Gunawan pun terukir dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebagai seniman, karyakarya Hendra Gunawan hadir dengan warna-warni yang berani dan khas, menggambarkan estetika dan sisi tropis bangsa Indonesia. Kecintaannya pada rakyat dan tanah airnya memberikan karakterisitik unik pada lukisan-lukisannya, memancarkan semangat kerakyatan yang mengilhami gaya artistik dengan ciri khas yang sangat Indonesia.
Pusat dari seratus tahun ini bertemakan Prisoner of Hope, hal ini tercermin dalam pameran permanen baru Museum Ciputra yang menyajikan 32 karya Hendra Gunawan, Penambahan jumlah ini cukup signifikan, dari sebelumnya dengan jumlah yang dipamerkan hanya terdapat 10 karya. Pameran Hendra Gunawan, Prisoner of Hope dikuratori oleh Agus Dermawan T. dan Aminudin TH Siregar. Pameran ini menampilkan karya-karya koleksi pribadi Ir. Ciputra yang memang memiliki persahabatan yang erat dan luar biasa dengan sang artis. Pameran ini adalah penghormatannya kepada Hendra Gunawan yang ia gambarkan sebagai seniman yang "... mampu menampilkan tema kemanusiaan yang mendalam." Pameran Hendra Gunawan terbesar yang akan dipresentasikan di Indonesia, juga akan menampilkan sejumlah besar karya dari koieksi yang belum pemah dipamerkan kepada publik.
Pagelaran Prisoner of Hope mengacu pada 13 tahun yang dijalani Hendra Gunawan di penjara Kebun waru karena dugaan keterlibatannya dalam aktivitas Lekra, Lembaga Kebudayaan Rakyat di Indonesia yang aktif di tahun 1950an dan 1960an. Akan tetapi, selain pengurungan fisik yang dialami Hendra, pameran ini ingin mengemukakan gagasan mengenai harapan yang selalu ada dalam diri Hendra selama hidupnya. Harapan ini termanifestasi dalam pengorbanannya untuk cinta pertamanya Indonesia, dengan berbagai usaha untuk mengekspresikan kebebasan, energi artistik dan visi baru tentang rakyat Indonesia.
Ia menggambarkan rakyat Indonesia sebagai orang-orang pekerja keras, sebagaimana yang ia melukiskan mereka sebagai nelayan, pedagang, para petani di sawah, suami dan istri yang bahu-membahu bekerja, anak dan orang tua dalam suatu keluarga.
Harapan ini terus dibawa hingga ia meninggal dunia di Bali pada tahun 1983, mewariskan gagasan, idealisme, dan karya seninya kepada Indonesia dan dunia. Gagasan ini juga terpancar jelas dalam lukisan bernilai historis dengan judul Pangeran Diponegoro Terluka yang menjadi salah satu karya seni yang akan ditampilkan di pameran ini. Dalam Iukisan ini Pangeran Diponegoro digambarkan berjuang melawan kekuatan Belanda di Jawa dan menjadi simbol harapan serta sumber inspirasi untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Gagasan mengenai harapan yang ada dalam diri Hendra Gunawan juga tampak dalam lukisan ini. Melalui konsep Hendra sebagai tawanan pembawa harapan, semoga kita dapat lebih memahami perjalanan hidup dan karya serta sosoknya sebagai pelukis dengan jiwa kemanusiaan yang tinggi.
Sejalan dengan Hendra Gunawan: Prisoner of Hope diselenggarakan pula Spektrum Hendra Gunawan yang menggarisbawahi relevansi dan pentingnya sosok Hendra Gunawan dalam seni kontemporer Indonesia saat ini. Pameran ini dikuratori Rifky Effendy dan menjadi respons dunia seni kontemporer terhadap Hendra Gunawan dan karyanya. Berbagai karya seni lebih dari 70 seniman kontemporer Indonesia akan dipertunjukkan dalam pameran ini. Spektrum Hendra Gunawan merupakan persembahan untuk menghormati karya-karya Hendra Gunawan dengan cara membaca, berkontemplasi serta merasakan kembali berbagai aspek yang ada di dalamnya. Para seniman ini menawarkan perspektif serta diskursus baru atas Iukisan-lukisannya dengan menginterpretasikannya ke dalam karya seni kontemporer. Pameran ini juga memberikan kita kesempatan untuk mendalami karya-karya Hendra Gunawan, seorang mahaguru seni modern Indonesia, bersama dengan karya seniman kontemporer yang berada satu generasi setelahnya.
Karya-karya seniman dalam pameran ini menceminkan keberagaman media, dari teknik seni konvensional seperti Iukisan, patung, atau keramik, hingga kreasi media baru, video, assemblage, instalasi, fotografl dan masih banyak lagi. Karya seni dengan berbagai media ini memicu beragam interpretasi, tanggapan dan perspektif atas karya Hendra GunaWan dari masing-masing seniman. Berbagai teknik, metode, bentuk, warna dan tema yang diusung mengajak masyarakat untuk menyelami dunia Hendra Gunawan yang beraneka ragam dan penuh wama. Keanekaragaman media, teknik dan material yang ada dalam pameran ini juga bertujuan untuk menampilkan perkembangan seni kontemporer Indonesia yang muncul setelah Hendra Gunawan.
Di antara 70 seniman yang akan mempertunjukkan karyanya di Spektrum Hendra Gunawan antara lain adalah Agung Kumiawan, Theresia Agustina Sitompul, Arkiv Vilmansa, Davy Linggar, Eddy Susanto, Eldwin Pradipta, Erika Ernawan, Franziska Fennert, Galam Zulkifli, Hanan, Heri Dono, Jumaldi Alfi, Made Wianta, Mella Jaarsma, Nasirun, Nindityo Adipumomo, Otty Widasari, Patricia Oentario, Putu Sutawijaya and Ugo Untoro.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.