Hanura: Putusan MK soal Larangan anggota DPD jadi Pengurus Partai Berbau Politis
Benny Ramdhani menyayangkan MK yang mengeluarkan putusan mengenai larangan anggota DPD menjadi pengurus partai politik.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Hanura Benny Ramdhani menyayangkan langkah Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengeluarkan putusan mengenai larangan anggota DPD menjadi pengurus partai politik.
Pasalnya, putusan tersebut dikeluarkan MK di masa menjelang pendaftaran calon anggota DPD.
"Padahal perkara di MK begitu banyak, putusan ini dikeluarkan dalam situasi last minute, minus 1 hari sebelum pendaftaran calon anggota DPD, apa yang dipersiapkan jika calon DPD RI dalam waktu yang hanya tinggal 1 hari terkait putusan itu," ujar Benny, Selasa (24/7/2018).
Menurut Benny, putusan tersebut sangat berbahaya dan menjadi ancaman serius yang akan menghilangkan hak politik warga negara.
Menurutnya putusan tersebut sangat politis, karena tidak memberikan waktu bagi mereka yang ingin tetap di Parpol, sehinga mengalihkan pencalonan dari DPD ke DPR.
"Itu tidak diantisipasi oleh putusan MK untuk MK memberikan kesempatan kepada KPU, itu enggak ada. Jadi jelas-jelas putusan ini bermuatan politis seolah berbau politis," katanya.
Benny menduga putusan MK larangan anggota DPD menjadi pengurus Parpol merupakan operasi senyap yang dilakukan sleh pihak tertentu. Kasus mulai ditangani sejak April lalu namun tidak pernah dipublikasikan oleh MK. Sebaiknya menurut Benny putusan terbeut berlaku mulai pada pemilihan anggota DPD tahun 2024.
"Karena sangat prinsip, substantif apa yang disampaikan MK ini kita bisa menerima maka pemberlakuannya, jangan sekarang, pemberlakuannya untuk pemilu periode depan. Ibarat pertandingan bola kick off udah mulai, regulasi baru turun. Harusnya regulasi itu turun, putusan MK itu turun sebelum pertandingan dimulai, itu lebih tertib," pungkasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pengurus parpol untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Putusan tersebut dikeluarkan atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).